Selasa, 09 Oktober 2012

SEJARAH FILSAFAT


SEJARAH FILSAFAT

IKHTISAR SEJARAH FILSAFAT

A.   FILSAFAT INDIA

Cara berpikir india diuraikan dengan baik o9leh filsuf dan sastrawan Rabindranath Tagore (1861-1941). Menurut Tagore, filsafat india berpangkal pada keyakinan bahwa ada kesatuan fundamental antara manusia dengan alam, harmoni antara individu dengan kosmos. Harmoni harus disadari supaya dunia tidak dialami sebagai tempat keterasingan, sebagai penjara. Seorang anak di india harus belajar bahwa ia karib dengan semua benda, dengan dunia sekelilingnya, bahwa ia harus menyambut air yang mengalir dalam sungai, tanah subur yang memberi makanan, dan matahari yang terbit. Orang india tidak belajar untuk ”menguasai” dunia, melainkan untuk ”berteman” dengan dunia.

Filsafat india di bagi atas lima periode besar yaitu:
Zaman Weda
(2000-600SM)
  • Masa terbentuknya literatur suci;
  • Masa ritus korban dan spekulasi mengenai korban;
  • Masa refleksi filsafat dalam Upanisad
Zaman Skeptisisme
600 SM-300 M)
  • Refleksi terhadap ritualisme dan spekulasi;
  • Buddhisme dan jainisme;
  • Kontrareformasi ortodoks, ”Saddharsana”
Zaman Puranis
(300-1200)
  • Perkembangan karya-karya mitologis, terutama berhubungan dengan siwa dan wisnu
Zaman Muslim
(1200-1757)

Zaman Modern
 (setelah 1757)
  • Renaisans nilai-nilai india sebagai reaksi terhadap pengaruh-pengaruh dari luar.

Þ    Zaman Weda
Bangsa arya masuk ke india bagia utara, sekitar 1500 SM. Literatur suci mereka adalah disebut Weda, yang terdiri dari Samhita, Brahmana, Aranyaka, dan Upanisad. Samhita memuat Rigweda (kumpulan pujian-pujian), samaweda (himne-himne liturgis), yajurweda (rumus-rumus korban), dan Artharwaweda (rumus-rumus magis0. komentar-komentar pada semua itu disebut brahmana, Arnyaka, dan Upanisad, yang sepanjang sejarah india akan merupakan sumber yang sangat kaya untuk inspirasi dan pembaharuan.

Suatu tema yang sangat menonjol dalam Upanisad adalah ajatan tentang hubungan antara atman dengan brahmana. Atman adalah segi subyektif dari kenyataan, ”diri” manusia. Brahmana adalah segi obyektif , makrokosmos, alam semesta. Upanisad mengajarkan bahwa atman dan brahman memang sama dan bahwa manusia mencapai keselamatan (moksa,mukti) kalau ia menyadari identitas Atman dan Brahman.
Þ    Zaman Skeptisisme
Sekitar tahun 600 SM mulai suatu reaksi, baik terhadap ritualisme imam-imam maupun terhadap spekulasi berhubungan dengan korban para rahib. Para imam mengajarkan ketaatan pada huruf kitab suci, tetapi ketaatan itu mengganggu kebaktian kepada dewa-dewa. Para rahib mengajarkan suatu metafisika yang juga tidak sampai ke hati orang biasa. Reaksi datang dalam banyak bentuk. Yang terpenting diantaranya adalah Buddhisme, ajaran dari pangeran Gautama Budha, yang memberikan pedoman praktis untuk mencapai keselamatan. Buddhisme sangat konkret, mengajarkan bagaiamana manusia dapat mengarungi penderitaannya dan bagaiamana ia mencapai terang budi yang membawa keselamatan.

Reaksi lainnya adalah Jainisme dari Mahawira Jina. Disamping itu mulai juga kebaktian yang lebih eksklusif kepada Siwa dan Wisnu, dua bentuk agama yang lebih menarik daripada ritualisme dan spekulasi dari para imam dan para rahib.

Sebagai kontra-reformasi, muncul dalam Hinduisme resmi enam sekolah ortodoks (disebut ”ortodoks” karena Buddhisme dan Jainisme, yang tidak berdasarkan Weda, dianggap bidah). Keenam sekolah ini, Saddharsana, adalah Nyaya, Waisestika, Samkhya, Yoga, Purwa-Mimamsa, dan Ynana (atau Uttara-Mimamsa). Yang terpenting dari sekolah-sekolah ini adalah Samkhya dan Yoga. Yoga dari kata Juj ’menghubungkan’, mengajarkan suatu jalan  (marga) untuk mencapai kesatuan dengan ilah. Samkhya (artinya ’jumlah’, ’hitungan’) adalah dharsana yang paling tua, yang mengajarkan sebagai tema terpenting hubungan jiwa-alam, kesadaran-materi, purusa-prakriti.
Þ    Zaman Puranis
Setelah tahun 300, Buddhisme mulai lenyap dari india. Buddhisme sekarang lebih penting dari negara-negara tetangga daripada di india sendiri. Pemikiran india dalam abad pertengahannya dikuasai oleh spekulasi teologis, terutama mengenai inkarnasi dewa-dewa. Banyak contoh cerita tentang inkarnasi dewa-dewa terdapat dalam dua epos besar, mahabrata dan ramayana.
Þ    Zaman Muslim
Dua nama menonjol dalam periode muslim, yaitu nama pengarang syair Kabir, yang mencoba untuk memperkembangkan suatu agama universal, dan nama guru nanak (pendiri aliran Sikh), yang mencoba menyerasikan islam dan hinduisme.
Þ    Zaman Modern
Zaman modern, zaman pengaruh inggris di india, mulai tahun 1757. periode ini memperlihatkan perkembangan kembali dari nilai-nilai klasik india, bersamaan dengan pembaharuan sosial. Nama-nama penting dalam periode ini adalah raja Ram Mohan Roy (1772-1833) yang mengajarkan suatu monoteisme berdasarkan Upanisad dan suatu moral berdasarkan Khotbah di bukit dari injil, Vivekananda (1863-1902) yang mengajarkan bahwa semua agama benar tapi bahwa agama hindu paling cocok untuk india,Gandi (1869-1941) sang pengarang syair dan pemikir religius yang membuka pintu untuk ide-ide dari luar.

Sejumlah pemikir india zaman sekarang melihat banyak kemungkinan untuk dialog antara filsafat timur dan filsafat barat. Radhakrishnan (1888-1875)  (antara lain guru besar filsafat di calcuta dan oxford), mengusulkan pembongkaran batas-batas ideologis untuk mencapai suatu sinkretisme hindu-kristiani, yang dapat berguna sebagai pola berpikir masa depan seluruh dunia.

Pemikir-pemikir lain tidak begitu optimis tentang kemungkinan ini. Menurut mereka, perbedaan-perbedaan antara corak berpikir ”Timur dan corak berpikir barat terlalu besar untuk mengadakan suatu interaksi, dalam arti ”saling melengkapi”. Filsafat india dapat belajar dari intuisi timur mengenai kesatuan dalam kosmos dan mengenai identitas mikrokosmos dan makrokosmos. Filsafat barat mungkin terlalu duniawi, filsafat timur mungkin terlalu mistik

B.   FILSAFAT CHINA

Tema pokok dari filsafat dan kebudayaan china adalah perikemanusiaan. Pemikiran china lebih antroposentris dari pada filsafat india dan filsafat barat. Filsafat china juga lebih pragmatis: selalu diajarkan bagaimana manusia harus bertindak supaya keseimbangan antara dunia dan surga tercapai.

Ketika kebudayaan yunani masih berpendapat bahwa manusia dan dewa-dewa semua di kuasai oleh suaru nasib buta (moira), dan ketika kebudayaan masih mengajarkan bahwa kita di dunia ini tertahan dalam roda reinkarnasi yang terus menerus, maka di china sudah di ajarkan bahwa manusia sendiri dapat menentukan nasibnya dan tujuannya.

Filsafat china dibagi atas empat periode besar yakni:
Zaman Klasik
600-200 SM
Zaman seratus sekolah filsafat, dengan-sebagai sekolah-sekolah terpenting, konfusanisme, taoisme, yin-yang, moisme, dialektik dan legalisme
Zaman Neo-taoisme dan
Buddhisme (200SM-1000M)

Zaman Neo-konfusianisme
(1000M-1900M)

Zaman Modern
Setelah 1900
Pengaruh filsafat barat, renaisans dari filsafat klasik china, marxisme, dan moisme.



Þ    Zaman Klasik
Di chian, seperti di yunani, zaman klasik terletak antara sekitar tahun 600 dan 200 SM. Menurut tradisi, dalam periode ini dibedakan seratus sekolah filsafat, seratus aliran yang semua mempunyai ajaran yang berbeda. Namun, dalam pluformitas ini sekurang-kurangnya kelihatan sejumlah konsep yang di pentingkan secara umum. Konsep-konsep seperti misalnya Tao (jalan), Te (keutamaan atau seni hidup), yen (perikemanusiaan), Ti’en 9surga) dan Yin-yang (harmoni kedua prinsip induk, prinsip aktif laki-laki dan prinsip pasif perempuan). Sekolah-sekoalh terpenting dalam zaman klasik diuraikan secara ringkas sebagai berikut.
ü  Konfusianisme
Konfius (bentuk latin dari nama ”kong-fu-tse” yang berarti guru dari suku kung) hidup antara 551dan 497 SM. Ia mengajarkan bahwa Tao (jalan, sebagai prinsip utama dari kenyataan) adalah ”jalan manusia”. Artinya manusia sendirilah yang dapat menjadikan Tao luhur dan mulia, kalau ia hidup dengan baik. Keutamaan merupakan jalan yang di butuhkan. Kebaikan hidup dapat di capai melalui perikemanusiaan. Perikemanusiaan, yen, merupakan suatu model yang berlaku untuk semua orang. Secara hakiki semua orang sama walaupun tindakan mereka berbeda.
ü  Taoisme
Taoisme diajarka oleh Lao tse (guru tua) yang hidup sekitar tahun 550SM. Lao Tse melawan konfusius. Menurut lao Tse, bukan ”jalan manusia” melainkan ”jalan alam”-lah yang merupakan Tao. Tao menurut Lao Tse adalah prinsip kenyataan obyektif, substansi abadi yang bersifat tunggal, mutlak, dan tak ternamai. Ajaran Lao Tse lebih-lebih metafisik, sedangkan ajaran konfusius lebih-lebih etika. Puncak metafisika taoisme adalah kesadaran bahwa kita tidak tahu apa-apa tentang Tao. Kesadaran ini juga dipentingkan di india (ajaran neti, na-itu : tidak begitu) dan dalam filsafat barat (dimana kesadaran ini disebut docta ignorantia; krtidaktahuan yang berilmu)
ü  Yin-yang
Ajaran lain yang penting adalah sekolah yang mementingkan keseimbangan Yin dan Yang, kedua pronsip induk dari seluruh kenyatan. Yin itu prinsip pasif, prinsip ketenangan, surga, bulan, air dan perempuan, simbol untuk kematian dan untuk yang dingin. Yang itu prinsip aktif, prinsip gerak, bumi, matahari, api dan laki-laki, simbol untuk hidup dan untuk yang panas. Segalah sesuatu dalam kenyataan kita merupakan sintesis harmonis dari derajat Yin tertentu dan derajad Yang  tertentu.
ü  Moisme
Aliran Moisme didirikan oleh Mo Tse, antara 500 dan 400 SM. Mo Tse mengajarkan bahwa yang terpenting adalah ”cinta universal”, kemakmuran untuk semua orang,dan perjuangan bersama-sama untuk memusnahkan kejahatan. Filsafat Moisme sangat pragmatis, langsung terarah yang berguna. Segalah sesuatu yang tidak berguna dianggap jahat. Bahwa perang itu jahat dan menghambat kemakmuran umum tidak sukar untuk dimengerti. Tetapi Mo Tse juga melawan musik sebagai sesuatu yang tidak berguna dan, oleh karenanya, jelek. Etika Mo Tse mengenai suatu prinsip yang antara lain dalam agama kristen disebut ”kaidah emas” : setiap orang harus memperlakukan negara-negara asing seperti tanah airnya sendiri, keluarga-keluarga lain seperti keluarga nya sendiri, orang lain seperti dirinya sendiri. Perintah ini cukup untuk mencapai kebahagiaan dan kemakmuran umum.
ü  Ming Chia
Ming Chia atau ”sekolah nama-nama” menyibukan diri dengan analisis istilah-istilah dan perkataan-perkataan. Ming Chia yang disebut juga ”sekolah dialektik”, dapat dibandingkan dengan aliran sofisme dan filsafat yunani.ajaran mereka penting sebagai analisis dan kritik yang mempertajam perhatian untuk pemakaian bahasa yang tepat, dan yang memperkembangkan logika dan tata bahasa. Selain itu, dalam Ming Chia juga terdapat khayalan tentang hal-hal seperti ”eksistensi”, ”relativitas”, ”ruang”, dan ”waktu”.
ü  Fa Chia
Fa Chia atau ”sekolah hukum” cukup berbeda dari semua aliran klasik lain. Sekolah hukum tidak berpikir tentang manusia, surga, atau dunia, melainkan tentang soal-soal praktis dan politik. Fa Chia mengajarkan bahwa kekuasaan politik tidak harus di mulai dari contoh baik yang diberikan oleh kaisar atau pembesar-pembesar lain, melainkan ari suatu sistem undang-undang yang keras sekali.

Tentang keenam sekolah klasik tersebut kadang-kadang dikatakan bahwa mereka berasal dari keenam golongan dalam masyarakat china.konfusianisme, katanya berasal dari kaum ilmuwan, Taoisme dari rahib-rahib, ajaran yin-yang dari okultisme (dari ahli-ahli magi0, moisme berasal dari kasta ksatria, Ming Chia dari para pendebat, dan Fa Chia dari ajli-ahli politik.

Þ    Zaman neo-taoisme dan Buddhisme
Bersama dengan perkembangan Buddhisme di china, konsep Tao mendapat arti baru. Tao sekarang dibandingkan dengan Nirwana dari ajaran Buddha, yaitu ”trasendensi di seberang segalah nama dan konsep’, di seberang adanya”

Þ    Zaman Neo-konfusianisme
Dari tahun 1000 M konfusianisme klasik kembali menjadi ajaran filsafat terpenting. Buddhisme ternyata memuat unsur-unsur yang bertentangan engan corak berpikir china. Kepentingan unia ini, kepentingan kehidupan keluarga, an kemakmuran material, yang merupakan nilai-nilai tradisional di china, sama sekali di lalaikan, bahkan di sangkal, dalam Buhisme, sehingga ajaran ini oleh orang di alami sebagai sesuatu yang sama sekali asing.
Þ    Zaman modern
Sejarah moern mulai i hian sekitar tahun 1900. filsafat alam periode ini memperlihatkan tiga tendensi. Paa awal permulaan abad ke dua puluh, pengaruh filsafat barat cukup besar. Banyak tulisan pemikir-pemikir barat diterjemahkan ke dalam bahasa china. Aliran filsafat barat yang paling populer di hina aalah pragmatisme, suatu jenis aliran filsafat yang lahir di amerika serikat. Setelah pengaruh barat ini, mulailah suatu reaksi yaitu kecenrungan untuk kembali ke traisi-tradisi pribumi. Akhirnya, terutama sejak tahun 1950, filsafat hina di kuasai pemikiran Marx, lenin, an Mao tse Tung.

Ada tiga tema sepanjang sejarah di pentingkan dalam filsafat china : harmoni, toleransi, an perikemanusiaan. Harmoni antara manusia dan sesama, antara manusia dengan alam, antara manusia dengan surga. Selalu di cari keseimbangan, suatu jalan tengah ari emas antara dua ekstrem. Toleransi kelihatan dalam keterbukaan trhadap pendapat-pendapat yang sama sekali berbeda dari pendapat-penapat pribadi, suatu sikap perdamaian yang memungkinkan suatu pluriformitas yang luar biasa, juga dalam bidang agama. Perikemanusiaan, karena selalu manusia lah yang merupakan pusat filsafat china, manusia yang pada hakikatnya baik dan yang harus menari kebahagiaannyadi unia ini dengan memperkembangkan dsirinya sendiri dalam intraksi dsengan alam dan dsengan sesama.


C.   FILSAFAT BARAT

Dalam sejarah filsafat barat sdibedakan empat priodse besar yaitu :
Zaman Kuno
(600 SM-400M)
  • Filsafat pra sokratis di yunani
  • Zaman keemasan yunani; Sokrates, Plato dan Aristoteles
  • Zaman Hellenisme
Zaman Patristik dan Skolastik
(400 – 1500)
  • Pemikiran para bapa gereja
  • Puncxak filsafat abad pertngahan dalam skolastik
Zaman Modern
(1500 – 1800)
  • Zaman Renaisans
  • Zaman Barok
  • Zaman Fajar Budi
  • Zaman Romantik
Zaman Sekarang
(setelah 1800)
  • Filsafat abad 19 an 20

A.   ZAMAN KUNO
v  Permulaan
Sejarah filsafat barat mulai sdi Milete, sdi asia kecil, sekitar tahun 600 SM. Pada waktu itu Milete merupkan kota yang penting, dimana banyak jalur perdagangan bertemu dari mesir, itali, yunani, dan asia. Juga banyak ide bertemu disini, sehingga Milete juga menjadi suatu pusat intelektual. Pemikikr-pemikir besar di Milete lebih-lebih mewnyibukan sdiri sdwengan filsafat alam. Mereka mwencari suatu unsur induk (arche) yang dapat di anggap sebagai asal segalah sesuatu. Menurut Thales (±600), air lah tang merupakan unsur induk ini. Menurut Anaximander (±610-540 SM), segalah sesuatu berasal sdari “yang tak twerbatas”, sdan mwenurut Anaximwenwes (±585-525 SM) udara lah yang merupakn unsur induk segalah sesuatu. Phytagoras (±500SM), yang mengajar di italia selatan, adalah orang pertama yang menamai diri ”filsuf”. Ia mwemimpin suatu sekolah filsafat yang kelihatannya sebagai suatu biara dibawah perlinsdungan dari dewa apollo. Sekolah Phytagoras sangat penting untuk perkembangan matematika. Ajaran filsafatnya mengatakan antara lain bahwa segalah sesuatu terdiri dari ”bilangan-bilangan” : struktur dasar kenyataan adalah ritme.
Dua nama lain yang penting dari periode ini adalah Herakleitos (±500 SM)  dan Parmenides (515-440 SM). Herakleitos mengajarkan bahwa segalah sesuatu mengalir (panta rhei) : berubah terus menerus seperti air dalam sungai. Parmenisdes mengajarkan bahwa kenyataan justru tidak berubah, segalah sesuatu yang betul-betul ada, itu kesatuan mutlak yang abadi dan tak terbagikan.
v  Puncak Zaman Klasik
Puncak filsafat yunani dicapai pada Sokrates, Plato dan Aristoteles. Sokrates (470-400), guru Plato, mengajarkan bahwa akal budi harus menjadi norma terpenting untuk tindakan kita. Sokrates sendiri tidak menulis apa-apa. Pikiran-pikirannya hanya dapat di ketahui melalui tulisan-tulisan dari cukup banyak pemikir yunani lain, terutama melalui karya Plato. Plato (428-348 SM) menggambarkan Sokrates sebagai seorang alim yang mengajarkan bagaimana manusia dapat menjadi bahagia berkat pengetahuan tentang apa yang baik.
Plato sensdiri mwenentukan, bersama Aristoteles, sebagian besar dari seluruh sejarah filsafat barat selama lebih dari dua ribuh tahun. Dunia yang kelihatan menurut plato hanya merupakn bayangan dari dunia yang sungguh-sungguh, yaitu dunia ide-ide yang abadi. Jiwa di dunia ini terkurung dalam tubuh. Keadaan ini berarti keterasingan. Jiwa kita rindu untuk kembali ke ”surga ide-ide”. Kalau jiwa ”menetahui” sesuatu, pengetahuan ini memang bersifat ”ingatan”. Jiwa pernah berdiam dalam kebenaran dunia ide-ide, dan oleh karena itu pengetahuan mungkin (sebagai ”mengingat”).
Filsafat plato merupakan perdamaian ajaran Parmenides dan ajaran Herakleitos. Dalam dunia ide-ide segalah sesuatu abadi, dalam dunia yang kelihatan, dunia kita yang tidak sempurna,segalah sesuatu mengalamu perubahan. Filsafat Plato, yang lebih bersifat khayal dari pada suatu sistem pengetahuan, sangat dalam dan luas dan meliputi logika, epistemologi, antropologi, teologi, etika, politik, ontologi, filsafat alam, dan estetika.
Aristoteles (384-322 SM), pendidik iskandar agung, adalah murid Plato. Tetapi dalam banyak hal ia tidak setuju dengan Plato. Ide-ide, menurut Aristoteles, tidak terletak dalam suatu surga diatas dunia ini, melainkan didalam benda-benda sendiri. Setiap benda terdiri dari dua unsur yang tidak terpisahkan, yaitu materi (hyle) dan bentuk (morfe). Bentuk-bentuk dapat di bandingkan dengan ide-ide dari Plato.tetapi pada Aristoteleside-ide ini tidak dapat dipikirkan lagi lepas dari materi. Materi tanpa bentuk tidak ada. Bentuk-bentuk ”bertindak” didalam materi. Bentuk-bentuk memberi kenyataan pada materi dan sekaligus merupakan tujuan dari materi. Filsafat Aristoteles sangat sistematis. Sumbangannya kepada ilmu pengetahuan sangat besar sekali. Tulisan-tulisan Aristoteles meliputi bidang logika, etika, politik, metafisika, psikologi, dan ilmu alam.
v  Hellnisme
Iskandar Agung mendirikan kerajaan araksasa, dari india barat sampai yunani dan mesir. Kebudayaan yunani yabg membanjiri kerajaan ini disebut Hellenisme (dari kata Hellas ”yunani”). Hellenisme, yang masih berlangsung juga selama kerajaan romawi, mempunyai pusat intelektualnya di tiga kota besar : Athena, Alexandria (mesir) dan Anthiokia (Syria). Tiga aliran filsafat yang menonjol dalam zaman Hellenisme, yaitu : Stoisisme, Epikurisme, dan Neo-platonisme.
Stoisisme (diajarkan antara lain oleh Zeno dari Kition, 333-262 SM) terutama terkenal karena etikanya. Etika stoisisme mengajarkan bahwa manusia menjadi berbahagia kalau ia bertindak sesuai dengan akal budinya. Kebahagiaan itu sama dengan keutamaan. Kalau manusia bertidak secara rasional, kalau ia tidak di kuasai oleh perasaan-perasaannya, maka ia bebas berkat ketenangan batin yang oleh stoisisme disebut apatheia.
Epikurisme (dari Epikuros, 341-270 SM) juga terkenal karena etikanya. Epikurisme mengajarkan bahwa manusia harus mencari kesenangan sedapat mungkin. Kesenangan itu baik, asal selalu sekadarnya : ”kita harus memiliki kesenangan, tetapi kesenangan tidak boleh memiliki kita”. Manusia harus bijaksana. Ia harus puas dengan menikmati hal-hal yang kecil dan sederhana. Dengan cara ini ia akan mencapai kebebasan batin.
Neo-platonisme, seorang filsuf mesir, Plotinos (205-270 M), mengajarkan suatu filsafat yang sebagian besar berdasarkan Plato dan yang kelihatan sebagai suatu agama. Neo-platonisme ini mengatakan bahwa seluruh kenyataan ini merupakan suatu proses emansi (pancaran, percikan) yang berasal dari Yang Esa dan yang kembali ke Yang Esa, berkat eros, kerinduan untuk kembali ke asal ilahi dari segalah sesuatu.




B.   ZAMAN PATRISTIK DAN SKOLASTIK
                                                 
Pada akhir zaman kuno dan selama abad pertengahan filsafat barat di kuasai oleh pemikiran kristiani. Filsafat kristiani ini mencapai dua kali periode keemasan, yaitu dalam Patristik dan Skolastik. Juga sejumlah pemikie islam dan yahudi berperan besar dalam filsafat abad pertengahan, terutama dalam periode yang mempersiapkan Skolastik, yaitu antara sekitar 900 dan 1200.
v  Zaman Patristik
Patristik (latin :Patres : bapa-bapa gereja) dibagi atas patristik yunani(atau patristik timur) dan patristik latin (patristik barat). Tokoh-tokoh dari Patristik yunani antara lain Clemens dari Alexandria (150-215), Origenes (185-254), Gregorius dari Naziane (335-390), Blasius (330-379), Gregorius dari Nizza (335-3940, dan Dionysios (±500). Tokoh-tokoh Patristik latin antara lain terutama Hilarius (315-367), Ambrosius (339-397), Hieronymus (347-420) dan Augustinus (354-430).
Ajaran falsafi –trologis dari bapa-bapa gereja menunjukan pengaruh Plotinos. Mereka berusaha untuk memperlihatkan bahwa iman sesuai dengan pikiran-pikiran paling dalam dari manusia. Mereka berhasilmembela ajaran kristiani terhadap tuduhan dari pemikir-pemikir kafir. Tulisan-tulisan bapa-bapa gereja merupakan suatu sumber kaya dan luas yang sekarang masih tetap memberi inspirasi baru.
v  Zaman Skolastik
Sekitar tahun 1000 peranan Plotinos di ambil alih oleh Aristoteles. Aristoteles menjadi terkenal kembali melalui beberapa filsuf islam dan yahudi, terutama melalui Avvicenna (Ibn Sina, 980-1204), Averros (Ibn Rushd, 1226-11980) dan Maimonides (1135-1204). Pengaruh Aristoteles lama kelamaan menjadi sangat besar sehingga ia disebut sang filsuf, sedangkan Averros, yang terkenal sebagai filsuf yang menafsirkan Aristoteles, disebut sang komentator.
Pertemuan pemikiran Aristoteles dan imam kristiani menghasilkan banyak filsuf penting. Mereka sevbagian besar berasal dari kedua ordo baru yang lahir pada abad pertengahan, yaitu para Dominikan dan Fransiskan.
Filsafat mereka disebut ”Skolastik” (latin : scholasticus : guru) karena dalam periode ini filsafat di ajarkan dalam sekolah-sekolah biara dan universitas-universitas menurut suatu kurikulum yang tetap dan yang bersifat internasional. Tokoh-tokoh dari skolastik antara lain : Albertus Magnus, O.P (1200-1280), Thomas Aquino, O.P (1225-1274), Bonaventura O.F.M (1217-1274), dan Yohanes Duns Scotus, O.F.M (1266-1308). Tema –tema pokok dari ajaran mereka adalah hubungan antara iman dan akal budi, adanya dan hakikat Tuhan, antropologi, etika, dan politik. Ajaran Skolastik dengan sangat bagus di ungkapkan dalam puisi Dante Alighieri (1265-1321)

C.   ZAMAN MODERN
v  Renaisans
Jembatan antara abad pertengahan dan zaman Modern, periode antara sekitar 1400 dan 1600, disebut ”Renaisans” (zaman ”kelahiran kembali”). Dalam zaman renaisans kebudayaan klasik di hidupkan kembali. Kesusasteraan, seni dan filsafat mencari inspirasi mereka dsalam warisan Yunani-Romawi. Filsuf-filsuf terpenting dari zaman ini antara lain N. Macchievelli (1469-1527), Th. Hobbes (1588-1679), Th. More (1478-1535), dan Fr. Bacon (1561-1626).
Pembaruan terpenting yang kelihatan dalam filsafat renaisans adalah ”antroposentrisme”-nya. Pusat perhatian pemikiran tidak lagi kosmos, seperti pada zaman kuno, atau Tuhan, seperti dalam abad pertengahan, melainkan manusia. Mulai sekarang manusialah yang di anggap sebagai titik fokus dari kenyataan.
v  Zaman Barok
Filsuf-filsuf dari zaman Barok antara lain R. Descartes (1596-1650), B. Spinoza (1632-1677), dan G. Leibniz (1646-1710). Filsuf-filsuf ini menekankan kemungkinan-kemungkinan akal budi (ratio) manusia. Mereka semua juga ahli dalam bidang matematika, dan mereka semua menyusun suatu sistem filsafat dengan menggunakan metode matematika.
v  Fajar Budi
Abad kedelapan belas memperlihatkan perkembangan baru lagi. Setelah reformasi , setelah renaisans, dan setelah rasionalisme dari zaman barok,, manusia sekarang dianggap ”dewasa”. Periode ini dari sejarah barat disebut Zaman Pencerahan atau fajar budi (dalam bahasa inggris : Enlightenment, dalam bahasa jerman : Aufklarung). Filsuf-filsuf besar dari zaman ini di inggris adalah empirikus-empirikus seperti J. Lock (1632-1704), G. Berkeley (1684-1753) dan D. Hume (1711-1776). Di perancis J.J. Rousseau (1712-1778), dan di Jerman Immanuel Kant (1724-1804), yang menciptakan suatu sintesis dari rasionalisme dan empirisme dan yang di anggap sebagai filsuf terpenting dari zaman modern.
v  Romantik
Filsuf-filsuf besar romantik lebih-lebih berasal dari jerman, yaitu J. Fichte (1762-1814), F. Scheling (1775-1854), dan G. Hegel (1770-1831). Aliran yang diwakili ketiga filsuf ini disebut idealisme. Dengan ”idealisme” disini dimaksudkan bahwa mereka memprioritaskan ide-ide, berlawanan dengan materialisme yang memprioritaskan dunia material. Yang terpenting dari para idelis itu adalah Hegel. Banyak aliran filsafat dari abad 19 dan abad 20 harus di anggap sebagai lanjutan dari filsafat Hegel, atau justru sebagai reaksi terhadap filsafat Hegel.



D.   ZAMAN SEKARANG

Dalam abad ke 17 dan 18, sejarah filsafat barat mwemperlihatkan aliran-aliran yang besar, yang mempertahankan diri lama dalam wilayah-wilayah yang luas, yaitu rasionalisme, empirisme, dan idealisme. Dibandingkan dengan itu, filsafat dalam abad ke 19 dan 20 kelihatan terpecah pecah. Macam-macam aliran baru muncul, dan aliran-aliran ini sering terikat hanya pada satu negara atau suatu lingkungan bahasa.
Macam-macam aliran yang baru muncul itu antara lain sebagai berikut :
v  Positivisme
Positivisme mulai dari filsuf A. Comte (1798-1857). Comte (sosiolog pertama) mengatakan bahwa pemikiran setiap manusia, pemikiran setiap ilmu, dan pemikiran setiap suku bangsa pada umumnya melewati tiga tahap, yaitu : tahap teologis, tahap metafisis, dan tahap positif ilmiah. Manusia yang masih muda, atau suku-suku yang primitif, membutuhkan dewa-dewa untuk menerangkan gejalah-gejalah. Para remaja, atau suku-suku yang sudah mulai dewasa, memakai prinsip-prinsip abstraksi-metafisis untuk menerangkan kenyataan. Orang dewasa, manusia masa kini, hanya memakai metode-metode positif-ilmiah.
Positivisme (lawan sdari khayalan metafisis) menjadsi terutama populer sdi inggris padsa filsuf-filsuf seperti Sturt Mill (1806-1873) dan H. Spencer (1820-1903).
Dalam abad ke 20 positivisme di perbaharui dalam neo-positivisme, suatu aliran yang mempunyai asalnya di Wina. Oleh karena itu, filsuf-filsuf dari aliran ini di sebut anggota-anggota dari Lingkaran Wina.
v  Marxisme
Marxisme mengajarkan, sebagai materialisme dialektis, bahwa kenyataan kita akhirnya hanya terdiri dari materi, yang berkembang melalui suatu proses dialektis (yaitu ritme tesis-antitesis-sintesis). Tokoh-tokoh materialisme dialektis terutama Karl Marx (1818-1883) dan F. Engals (1820-1895). Marxisme lebih dari pada suatu sistem filsafat. Filsafat, kata Marx, hanya memberi interprestasi-interprestasi dari dunia dan sejarah. Yang sdi butuhkan bukan interpretasi, melainkan perubahan. Filsafat harus menjadi praksis : merumuskan suatu idologi, suatu strategi untuk mengubah dunia.
v  Eksistensialisme
Eksistensialisme di persiapkan dalam abad ke 19 oleh S. Kierkegaard (1813-1855) dan F. Nietzche (1844-1900). Sdalam abasd ke 20 eksistensialisme menjadi aliran filsafat yang sangat penting. Filsuf-filsuf paling besar dari eksistensialisme dalam abad ini adalah K. Jaspers (1883-1969), M. Heidegger (1889-1976), J.P. Sartre (1905-1980), G. Marcel (1889-1973), sdan M. Merleau-Ponty (1908-1961).
Eksistensialisme merupakan nama untuk macam-macam jenis filsafat. Semua jenis ini mempunyai inti yang sama, yaitu keyakinan bahwa filsafat harus berpangkal pada adanya (eksistensi) manusia yang konkret, dan tidak pada hakikat (esensi)manusia pada umumnya. ”manusia pada umumnya” sama sekali tidak ada. Yang ada hanya orang ini dan orang itu. esensi seseorang di tentukan selama eksistensinya di dunia ini.
Nama ”eksistensialisme” memang hanya di senangi oleh J.P. Sartre. Filsuf-filsuf lain dari aliran ini lebih senang disebut ”filsuf-eksistensi”.
v  Fenomenologi
Esistensialisme berhubungan erat dengan fenomenologi. Fenomenologi lebih suatu metode falsafi daripada suatu ajaran. Metode fenomenologi berasal dari E. Husserl (1859-1938) dan kemudian si kembangkan oleh antara lain M. Scheler (1874-1928) dan M. Merleau-ponty. Fenomenologi mengatakan bahwa kita harus memperkenalkan gejalah-gejalah dengan intuisi. Kenyataan tidak harus di dekati dengan argumen-argumen, konsep-konsep, dan teori-teori umum.setiap benda mwempunyai hakikatnya, dan hakikat ini berbicara kepada kita kalau kita membuka diri untuknya. Kita harus ”mengabstrahirkan” dari semua hal yang tidak hakiki. Kalau segalah sesuatu yang tidak hakiki sudah di lepaskan, lalu gejalah sendiri yang hendak kita selidiki pun mulai berbicara, dan ”bahasa” ini di mengerti berkat intuisi kita.
Metodse fenomenologi telah membuktikan manfaatnya untuk epistemologi, psikologi, antropologi, studi agama-agama, dan etika.
v  Pragmatisme
Pragmatisme merupakan aliran filsafat yang lahir di amerika serikat sekitar tahun 1900. tokoh-tokoh terpenting dari pragmatis antara lain Ch. S.Peirce (1893-1914), W. James (18422-1914), dan J.Dewey (1859-1914). Pragmatisme mengajarkan bahwa ide-ide tidak benar atau salah, melainkan bahwa isde-isde di jadikan benar. Oleh suatu tindakan tertentu. Seperti kita mengenal sebatang pohon dari buah-buahnya, demikian juga kita mengenal suatu teori atau konsep dari konsuekuensi-konsekuensinya. Kalau semua akibat dari suatu teori itu baik, lalu kita boleh menarik kesimpulan bahwa teori itu baik, karena teori itu berguna. Menurut pragmatisme, tidak harus ditanyakan ”apa itu”, melainkan ”apa gunanya” atau ”untuk apa”?.
v  Neo-tomisme sdan Neo-kantianisme
Sejumlah aliran filsafat dari periode-periode terdahulu mengalami suatu kelahiran kembali dalam masa sekarang, yaitu skolastik, filsafat Kant, dan filsafat Hegel. Yang terpenting dari filsafat-filsafat ”neo” ini adalah neo-kantianisme dan neo-tomisme. Neo-kantianisme berkembang terutama di Jerman. Filsafat dalam aliran ini di anggap sebagai epistemologi dan kritik ilmu pengetahuan. Tokoh-tokoh terpenting dari Neo-kantianisme antara lain E. Casserer (1874-1945), H. Rickert (1863-1936) dan H. Vaihinger (1852-1933).
Neo-tomisme berkembang di dunia katolik di banyak negara di eropa dan amerika. Neo-tomisme mula-mula agak konservatif, tetapi berkat dialognya dengan filsafat Kant, dengan eksistensialisme dan ilmu pengetahuan modern, menjadi suatu aliran yang penting dan berpengaruh. Tokoh-tokoh dari neo-tomisme antara lain J.Marechal (1878-1944), A.Sertillanges O.P (1863-1948) dan J.Maritain (1882-1973).
v  Aliran-aliran paling baru
Pada sekarang ini ada dua aliran filsafat yang mempunyai peranan besar, tetapi yang belum dapat dianggap sebagai aliran yang “membuat sejarah”, karena masih terlalu muda. Kedua aliran ini adalah filsafat analitis san strukturalisme.
Filsafat analitis merupakan aliran terpenting di inggris dan amerika serikat sejak sekitar tahun 1950. filsafat analitis (yang juga disebut analitic philosophy dan linguistic philosophy) menyibukan diri dengan analitis bahasa dan analisis konsep-konsep.analisis ini di anggap sebagai ”terapi” : menurut filsuf-filsuf analitis banyak soal falsafi (dan juga soal teologis dan ilmiah) dapat ”sembuh” kalau, berkat analisis bahasa, bisa di tunjukan bahwa soal-soal lain hanya diciptakan oleh pemakaian yang tidak sehat dari bahasa. Filsafat analitis sangat di pengaruhi oleh L.Wittgenstein (1889-1951).
Strukturalisme berkembang di Perancis, lebih-lebih sejak tahun 1960. strukturalisme merupakan suatu sekolah dalam filsafat, linguistik, psikiatri, fenomenologi, agama, ekonomi, dan politikologi. Strukturalisme menyelidiki patterns (pola-pola dasar yang tetap) dalam bahasa-bahasa, agama-agama, sistem-sistem ekonomi dan politik dan dalam karya kesusasteraan. Tokoh-tokoh terkenal dari strukturaslisme antara lain Cl. Levi-Strauss, J. Lacan, dan M. Foucault.