Kamis, 21 Juni 2012

MAKALA SEJARAH RUNTUHNYA UNISOVIET

Bab I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Setelah jatuhnya Uni Soviet, Rusia menjadi negara berdiri sendiri pada Desember 1991. Walaupun Rusia dianggap sebagai penerus Uni Soviet, Rusia kehilangan kekuatan ekonomi dan militernya. Etnis Rusia adalah mayoritas, yaitu 70%, tetapi banyak perbedaan etnis dan agama yang mengancam kesatuan Rusia.

Pada era Soviet, sekitar 100 etnis diberikan daerah masing-masing yang memiliki beberapa hak-hak propinsi khusus. Dan setelah jatuhnya Uni Soviet, beberapa daerah ini menginginkan otonomi khusus, atau ingin berpisah dari Rusia.

Presiden Boris Yeltsin memasukkan masalah ini ke dalam kampanye pemilihan presiden 1990, dengan janji bahwa masalah ini akan segera diselesaikan. Dibutuhkan suatu hukum yang jelas untuk mengatur hak-hak subyek federal tersebut. Peraturan hukum baru ini dicanangkan oleh Yeltsin dan Ruslan Khasbulatov pada 31 Maret 1992, yaitu Perjanjian Federasi yang disetujui oleh 86 dari 88 subyek federal. Mayoritas subyek federal yang menyetujui perjanjian ini merelakan otonomi luas atau kemerdekaan, dengan digantikan otonomi daerah dan hak-hak perpajakan khusus.

Dua subyek federal yang tidak menanda-tangani perjanjian ini adalah Chechnya dan Tatarstan. Tetapi kemudian pada tahun 1994, Presiden Yeltsin dan presiden Tatarstan, Mintimer Şäymiev menanda-tangani perjanjian khusus yang memberikan Tatarstan otonomi luas.

Pada akhirnya tinggal Chechnya yang belum meyetujui sebuah perjanjian. Presiden Yeltsin dan pemerintahan lokal Chechnya juga tidak menghasilkan negosiasi yang bermanfaat, dan situasi ini mulai berubah menjadi konflik bersenjata.


1.2 maksud dan tujuan ;

- mengenali lebih dekat bagaimana Uni Soviet sebagai negara adidaya bisa jatuh
dan berdiri berdiri sendiri pada Desember 1991sendiri dengan
- mempelajari lebih detail kehancuran Uni Soviet sebagai negara adi daya
- untuk mengenali lebih lanjut sebab-sebab jatuhnya Negara adi daya tersebut ?
- Negara mana yang menjadi penerus Uni Soviet ?
- menelaah lebih spesifik di berlakukannya ‘’undang-undang koperasi ‘’?




1
1.4 manfaat penelitian

- sebagai referensi bagi pembaca untuk memahami lebih lanjut jatuhnya Uni Soviet
- makalah ini dapat memberikan ilmu pengetahuan sejarah jatuhnya Uni Soviet
- mengetahui lebih lanjut Kesewenangan Amerika Serikat Selama hampir dua dekade,
lembaga-lembaga internasional, termasuk Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa
Bangsa, tak mampu menahan tindakan-tindakan sepihak Amerika untuk menghancurkan
pemerintah-pemerintah yang tak dikuasainya. Amerika adalah polisi dan penguasa dunia
yang tak ada tandingannya. Ketika Bush menyatakan follow me or against me, tak ada
satu pun negara di dunia yang memprotesnya





2
BAB II
LANDASAN TEORITIS

2.1 kapitalisme

Ketika arogansi AS menemukan pembenarannya pada tesis Fukuyama, di berbagai bagian dunia muncul antitesis-antitesis yang mencoba melawan dominasi Abang Sam itu. Setelah hancurnya Uni Soviet, Rusia--negara terbesar dalam "uni" tersebut--mulai menunjukkan kekuatannya. Putin dan Medvedev, dua pemimpin Rusia, berhasil membangun kembali kekuatan negaranya sehingga mampu "menghadang" hegemoni senjata nuklir AS di Eropa. Di pihak lain, kekuatan ekonomi serta militer India dan Cina bangkit dan mampu menahan dominasi Abang Sam. Sementara itu, Ahmadinajed dari Iran dan Hugo Chavez dari Venezuela--dua negara kaya minyak--makin berani menantang dominasi AS.

Fenomena seperti di atas membuat Robert Kagan melihat kemungkinan-kemungkinan baru yang akan mengubah peta dunia ke depan, sekaligus menyanggah tesis Fukuyama. Dalam bukunya yang kontroversial, The Return of History and the End of Dreams (2008), Kagan menyatakan, kejayaan demokrasi liberal setelah kejatuhan Uni Soviet dan kemakmuran dunia di bawah sistem ekonomi kapitalis kini telah berakhir.

Dalam bukunya, Kagan menunjukkan otokrasi sebagai alternatif bagi demokrasi liberal kini mulai bermunculan dengan menguatnya ekonomi Cina dan Rusia. Berhasilnya pembangunan ekonomi Cina dan Rusia dalam satu dekade terakhir menunjukkan bahwa otokrasi ternyata mempunyai tempat yang terhormat di mata dunia, tulis Kagan. Di pihak lain, kini muncul banyak friksi di antara dua kampiun demokrasi liberal, AS dan Eropa Barat. Berbagai kebijakan politik dan ekonomi AS, seperti invasi Irak dan subsidi pertanian, mendapat tantangan keras dari negara-negara Eropa Barat yang selama ini menjadi epigon AS.

Fenomena perlawanan terhadap dominasi AS itu makin kuat lagi setelah datangnya krisis ekonomi global akhir September 2008 yang dipicu oleh bangkrutnya sejumlah institusi keuangan di AS. Seperti kita ketahui, hancurnya sejumlah lembaga keuangan AS itu akibat kegagalan kredit perumahan standar rendah (subprime mortgage) sebesar US$ 6 triliun. Inilah yang mengakibatkan kehancuran berantai sejumlah lembaga keuangan dan bursa-bursa saham dunia.




3
Ekonomi AS, yang--menurut pemenang Nobel ekonomi Stiglitz--merupakan monumen ekonomi global, sudah kehilangan kredibilitasnya. Raksasa ekonomi AS telah limbung dan membutuhkan transfusi "darah segar" yang amat besar. Bailout US$ 700 miliar ke pasar finansial Amerika--sebuah kebijakan yang antitesis terhadap prinsip-prinsip dasar ekonomi pasar--terpaksa dilakukan Bush untuk mencegah kejatuhan bursa-bursa AS dan dunia. Hasilnya: bailout itu ternyata tak berhasil mengangkat jatuhnya bursa-bursa AS dan dunia.

Masihkah AS menjadi negeri terbesar dan mengendalikan dunia setelah krisis ekonomi global ini? Tidak! Menurut Kagan, dunia justru akan kembali ke lembah pertarungan ambisi dan berbagai kepentingan nasional--suatu fenomena abad ke-19 ketimbang fenomena tahun 1990-an, tatkala AS menjadi pemenang dalam Perang Dingin setelah jatuhnya Uni Soviet. Sementara dalam Perang Dingin pengelompokan itu menjadi dua kutub--pro-AS dan pro-Uni Soviet--di era supremasi AS di dunia ini hanya ada satu negara yang paling berkuasa: AS. "Follow US or against US" yang dikumandangkan Bush menjadi ancaman arogan yang menakutkan negara mana pun di dunia.

Kini, setelah datangnya krisis global, pengelompokan negara-negara di dunia akan berubah lagi karena ancaman Bush sudah kehilangan daya. Sejumlah negara kuat di Asia, Eropa, dan Amerika Latin akan membentuk keseimbangan baru dengan pusat-pusatnya tersebar di Cina, India, Jepang, Rusia, Brasil, dan Argentina. Kekuatan dunia makin tersebar dan AS tidak punya lagi kekuatan untuk menjadi polisi tunggal dunia. Fenomena munculnya kekuatan-kekuatan dunia baru tersebut kini mulai terlihat di KTT Asia-Eropa di Beijing, yang berakhir 26 Oktober 2008.







4
2.2 krisis global

Krisis global yang dipicu kredit macet perumahan di AS ini makin meyakinkan asumsi yang beredar gamang selama ini bahwa AS ternyata bukan segalanya. Kebangkitan ekonomi Cina, India, dan Rusia makin menumbuhkan keyakinan tersebut.

Dalam KTT Asia-Eropa (Asem) di Beijing yang baru lalu, misalnya, sejumlah negara Asia dan Eropa mulai berani menantang dominasi AS. Ini terlihat dari salah satu hasil KTT: kesepakatan untuk merombak sistem transaksi keuangan dunia yang selama ini menggunakan mata uang dolar AS. Ada 43 negara Asia dan Eropa yang sepakat akan meninggalkan arsitektur keuangan dunia yang selama ini dikendalikan AS tersebut. Dari KTT itu terlihat, dunia mulai melihat adanya alternatif arsitektur keuangan baru yang lebih punya masa depan ketimbang dolar AS. Euro (Eropa), yen (Jepang), bahkan yuan (Cina) dan rupee (India), bisa menjadi alternatif tersebut.

Hasil KTT Asem di atas memang menampar AS. Namun, tamparan itu masih belum imbang dibanding arogansi AS yang selama ini mengacak-acak dunia. Kita tunggu saja datangnya era baru tanpa dominasi dolar AS, IMF, dan World Bank yang telah membangkrutkan ekonomi dunia. *









5
Bab III
pembahasan masalah

3.1 Munculnya Gorbachev

Meskipun pembaruan di Uni Soviet terhalang antara 1969–1982, suatu peralihan generasi memberikan momentum baru untuk pembaruan itu. Perubahan-perubahan dalam hubungan dengan Amerika Serikat mungkin juga merupakan pendorong bagi pembaruan. Sementara Jimmy Carter secara resmi mengakhiri kebijakan Détente setelah campur tangan Soviet di Afganistan, ketegangan-ketegangan antara Timur dan Barat pada masa jabatan pertama Presiden AS Ronald Reagan (1981–1985) meningkat ke level yang baru yang tidak pernah terjadi sejak krisis misil Kuba 1962.

Setelah kemacetan selama bertahun-tahun, ‘’apparatchik’’ Komunis muda yang “berpikiran baru” mulai muncul. Setelah kematian Konstantin Chernenko yang lanjut usia, Politbiro mengangkat Mikhail Gorbachev sebagai Sekretaris Jenderal Uni Soviet pada Maret 1985, menandai bangkitnya generasi kepemimpinan yang baru. Di bawah Gorbachev, yang relatif masih muda, para teknokrat yang berorientasi pembaruan, yang telah memulai kariernya pada puncak "de-Stalinisasi" di bawah Nikita Khrushchev (1953-1964), dengan segera mengonsolidasikan kekuasaan di ling PKUS, memberikan momentum baru untuk liberalisasi politik dan ekonomi, dan dorongan untuk mengembangkan hubungan-hubungan yang lebih hangat dan perdagangan dengan Barat.

Pada saat Gorbachev memperkenalkan proses yang akan menyebabkan runtuhnya ekonomi komando administrative Soviet melalui program-programnya: glasnost (keterbukaan politik), perestroika (restrukturisasi ekonomi), dan uskoreniye (percepatan pembangunan ekonomi), ekonomi Soviet menderita karena inflasi tersembunyi dan kekurangan pasokan yang terjadi di mana-mana yang diperparah oleh semakin meningkatnya pasar gelap yang terbuka yang menggerogoti ekonomi resmi. Selain itu, biaya status sebagai negara adikuasa –militer, KGB, subsidi bagi negara-negara klien –sudah sangat berlebih-lebihan, melampaui ekonomi Soviet. Gelombang baru industrialisasi yang didasarkan pada teknologi informasi telah membuat Uni Soviet kelabakan mencari teknologi barat dan kredit untuk mengatasi keterbelakangannya yang kian menjadi-jadi.

Undang-undang Koperasi yang diberlakukan pada Mei 1988 barangkali adalah yang paling radikal di antara semua langkah pembaruan ekonomi pada masa tahap awal era Gorbachev. Untuk pertama klainya sejak Kebijakan Ekonomi Baru Vladimir Lenin, undang-undang memungkinkan pemilikan pribadi bisnis dalam sektor-sektor jasa, manufaktur, dan perdagangan luar negeri. Di bawah aturan ini, restoran-restoran koperasi, toko-toko dan para pengusaha manufaktur menjadi bagian dari wajah Soviet.



6
Glasnost memberikan kebebasan berbicara yang lebih besar. Pers menjadi jauh lebih merdeka, dan ribuan tahanan politik dan banyak pembangkang di bebaskan. Sementara tujuan utama Gorbachev dalam mengadakan glasnost adalah untuk menekan kaum konservatif yang menentang kebijakan-kebijakan restrukturisasi ekonominya, ia pun berharap melalui berbagai keterbukaan, debat dan partisipasi, rakyat Soviet akan mendukung inisiatif-inisiatif pembaruannya.

Pada Januari 1987, Gorbachev menyerukan diadakannya demokratisasi: memperkenalkan unsur-unsur demokratis seperti misalnya pemilu dengan banyak kandidat di dalam proses politik Soviet. Pada Juni 1988, dalam Konferensi Partai ke-19 dari PKUS, Gorbachev meluncurkan pembaruan-pembaruan radikal yang dimaksudkan untuk mengurangi kontrol partai terhadap aparat-aparat pemerintahan. Pada Desember 1988, Dewan Soviet Tertinggi Soviet menyetujui dibentuknya suatu Kongres Deputi Rakyat yang sebelumnya telah ditetapkan oleh amandemen konstitusi sebagai dewan legislative Uni Soviet yang baru. Pemilihan umum untuk anggota kongres diadakan di seluruh Uni Soviet pada Maret dan April 1989. Pada 15 Maret 1990 Gorbachev terpilih sebagai Presiden eksekutif pertama Uni Soviet.


Upaya-upaya Gorbachev untuk merampingkan sistem komunis menawarkan harapan, namun akhirnya terbukti tidak dapat dikendalikan dan mengakibatkan serangkaian peristiwa yang akhirnya ditutup dengan pembubaran imperium Soviet. Kebijakan-kebijakan yang mulanya dimaksudkan sebagai alat untuk merangsang ekonomi Soviet, perestroika dan glasnost segera menimbulkan akibat-akibat yang tidak diharapkan.

Pengenduran sensor di bawah glasnost mengakibatkan Partai Komunis kehilangan genggamannya yang mutlak terhadap media. Tak lama kemudian, dan yang akibatnya mempermalukan pemerintah, media mulai menyingkapkan masalah-masalah sosial dan ekonomi yang parah yang telah lama disangkal dan ditutup-tutupi oleh pemerintah Soviet. Masalah-masalah seperti perumahan yang buruk, alkoholisme, penyalahgunaan obat-obatan, polusi, pabrik-pabrik yang sudah ketinggalan zaman dari masa Stalin, dan korupsi kecil-kecilan hingga yang besar-besaran, yang kesemuaya selama ini telah diabaikan oleh media resmi, mendapatkan perhatian yang semakin besar. Laporan-laporan media juga menyingkapkan kejahatan-kejahatan yang dilakukan oleh Stalin dan rezim Soviet, seperti misalnya Gulag dan Pembersihan Besar yang diabaikan oleh media resmi. Lebih dari itu, perang di Afganistan yang berkelanjutan dan kekeliruan di dalam penanganan kecelakaan Chernobyl 1986 lebih jauh merusakkan kredibilitas pemerintahan Soviet pada masa ketika ketidakpuasan kian meningkat.







7
Secara keseluruhan, pandangan yang sangat positif mengenai kehidupan Soviet yang telah lama disajikan kepada publik oleh media resmi, dengan cepat menjadi rontok, dan aspek-aspek kehidupanu negatif ditampilkan ke permukaan. Hal ini menggerogoti keyakinan publik terhadap sistem Soviet dan merontokkan basis kekuasaan social Partai Komunis, mengancam identitas dan integritas Uni Soviet sendiri.

Pertikaian di antara negara-negara anggota Pakta Warsawa dan ketidakstabilan dari sekutu-sekutu baratnya, yang pertama-tama diperlihatkan oleh bangkitnya Lech Wałęsa pada 1980 ke tampuk pimpinan serikat buruh Solidaritas berlangsung cepat, sehingga membuat Uni Soviet tidak mampu mengandalkan negara-negara satelitnya untuk melindungi perbatasannya, sebagai negara-negara peredam. Pada 1989, Moskwa sudah meninggalkan Doktrin Brezhnev dan lebih memilih kebijakan non-intervensi dalam urusan-urusan dalam negeri sekutu-sekutu Eropa Timurnya, yang dengan fatal membuat rezim-rezim Eropa Timur kehilangan jaminan bantuan dan intervensi Soviet apabila mereka menghadapi pemerontakan rakyatnya. Perlahan-lahan, masing-masing negara Pakta Warsawa menyaksikan pemerintahan Komunis mereka kalah dalam pemilihan-pemilihan umum, dan dalam kasus Rumania, munculnya suatu pemberontakan dengan kekerasan. Pada 1991, pemerintahan-pemerintahan komunis Bulgaria, Cekoslowakia, Jerman Timur, Hongaria, Polandia dan Rumania yang dipaksakan setelah Perang Dunia II runtuh sementara revolusi melanda Eropa Timur.

Uni Soviet juga mulai mengalami pergolakan ketika akibat-akibat politik dari glasnost dirasakan getarannya di seluruh negeri. Meskipun dilakukan upaya-upaya untuk meredamnya, ketidakstabilan di Eropa Timur mau tidak mau menyear ke negara-negara di lingkungan Republik Sosialis Uni Soviet. Dalam pemilu-pemilu untuk dewan-dewan regional di republik-republik Uni Soviet, kaum nasionalis maupun para tokoh pembaruan yang radikal menyapu kursi di dewan. sementara Gorbachev telah memperlemah sistem penindasan politik internal, kemampuan pemerintahan sentral Moskwa untuk memaksakan kehendaknya pada republik-republik anggota RSUS pada umumnya telah diperlemah.

Bangkitnya nasionalisme di bawah glasnost segera membangkitkan kembali ketegangan-ketegangan etnis yang bergolak di berbagai republik Soviet, sehingga semakin mendiskreditkan cita-cita tentang persatuan rakyat Soviet. Sebuah contohnya terjadi pada Februari 1988, ketika pemerintahan di Nagorno-Karabakh, suatu wilayah yang didominasi oleh etnis Armenia di Republik Azerbaijan, meluluskan sebuah resolusi yang menyerukan unifikasi dengan Republik Soviet Sosialis Armenia. Kekerasan terhadap orang-orang Azerbaijan setempat dilaporkan di televisi Soviet, sehingga menimbulkan pembantaian terhadap orang-orang Armenia di kota Sumgait, di Azerbaijan.






8
3.2 ketidakpuasan publik

Ketidakpuasan masyarakat terhadap kondisi-kondisi ekonomi, yang menjadi lebih berani karena kebebasan oleh glasnost, jauh lebih luas daripada yang sebelumnya pada masa Soviet. Meskipun perestroika dianggap berani dalam konteks sejarah Soviet, upaya-upaya Gorbachev untuk melakukan pembaruan ekonomi tidak cukup radikal untuk memulai kembali ekonomi negara yang sangat lesu pada akhir 1980-an. Upaya-upaya pembaruan mengalami berbagai terobosan dalam desentralisasi, namun Gorbachev dan timnya sama sekali tidak menyinggung unsur-unsur fundamental dari sistem Stalinis, termasuk pengendalian harga, mata uang rubel yang tidak dapat dipertukarkan, tidak diakuinya pemilikan pribadi, dan monopoli pemerintah atas sebagian terbesar sarana produksi.

Pada 1990 pemerintah Soviet praktis telah kehilangan seluruh kendali terhadap kondisi-kondisi ekonomi. Pengeluaran pemerintah meningkat dengan tajam karena semakin meningkatnya usaha-usaha yang tidak menguntungkan yang membutuhkan dukungan negara sementara subsini harga konsumen juga berlanjut. Perolehan pajak menurun karena perolehan dari penjualan vodka merosot drastic karena kampanye anti alkohol dan karena pemerintahan republik dan pemerintah-pemerintah setempat menahan perolehan pajak dari pemerintah pusat di bawah semangat otonomi regional. Penghapusan kontrol pemerintah pusat terhadap keputusan-keputusan produksi, khususnya dalam sektor barang-barang konsumen, menyebabkan runtuhnya hubungan pemasok-produsen sementara hubungan yang baru tidak terbentuk. Jadi, bukannya merampingkan sistem, program desentralisasi Gorbachev menyebabkan kemacean-kemacetan produksi yang baru.

Gorbachev menuduh Boris Yeltsin lawan lamanya dan presiden Rusia pertama pada masa pasca-Soviet, telah mencabik-cabik negara itu untuk mengutamakan kepentingan-kepentingan pribadinya sendiri.

Pada 7 Februari 1990 Komite Sentral Partai Komunis Uni Soviet setuju untuk melepaskan monopoli atas kekuasaan. Republik-republik anggota Uni Soviet mulai menegaskan kedaulatan nasional mereka terhadap Moskwa, dan mulai melancarkan "perang undang-undang" dengan pemerintah pusat di Moskwa. Dalam hal ini, pemerintahan republik-republik anggota Uni Soviet membatalkan semua undang-undang negara kesatuan apabila undang-undang itu bertentangan dengan undang-undang lokal, menegaskan kendali mereka terhadap ekonomi lokal dan menolak membayar pajak kepada pemerintah pusat di Moskwa. Pergumulan ini menyebabkan macetnya ekonomi, karena garis pasokan dalam ekonomi rusak, dan menyebabkan ekonomi Soviet semakin merosot.






9
BAB III
PENUTUP



4.2 Saran-saran;

- AS sudah selayaknya menjadi "polisi dunia" karena kemenangan ideologi yang dikibarkannya. Arogansi duo Bush yang ingin menguasai suplai minyak dunia di Timur Tengah dengan mengobarkan Perang Teluk I dan II merupakan tindakan yang kompatibel dengan tesis Fukuyama tersebut.

- Selama hampir dua dekade, lembaga-lembaga internasional, termasuk Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa, tak mampu menahan tindakan-tindakan sepihak Amerika untuk menghancurkan pemerintah-pemerintah yang tak dikuasainya. Amerika adalah polisi dan penguasa dunia yang tak ada tandingannya. Ketika Bush menyatakan follow me or against me, tak ada satu pun negara di dunia yang memprotesnya.



4.1 kesimpulan

- Demikianlah makalah tentang sejarah Jatuhnya Uni Soviet sebagai pijakan dan metode penggalian dalam penyimpulan bagaimana Negara adi daya tersebut menjadi terpecah belah menjadikan Rusia sebagai penerus Uni Soviet.jatuhnya uni soviet mengakibatkan Amerika Serikat sebagai Negara adi daya baru menggantikan Uni Soviet.




10
DAFTAR PUSTAKA



Fukuyama.2008. The Return of History and the End of Dreams.jepang ; galamedia.

Rahrdja,pratama.1986.hilan
gnya Uni Soviet dalam peradaban dunia.
Yogyakarta;Intermedia

Negoro,st harapan,b.1991.jatuhnya Uni Soviet.Balai Aksara.

Nugraha,Deni.1991.munculnya Gorbachev.Jakarta;Gramedia

perkembangan demokrasi di indonesia


BAB I
PENDAHULUAN

1.1        Latar Belakang Masalah

Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warganegara) atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara tersebut.Salah satu pilar demokrasi adalah prinsip trias politica yang membagi ketiga kekuasaan politik negara (eksekutif, yudikatif dan legislatif) untuk diwujudkan dalam tiga jenis lembaga negara yang saling lepas (independen) dan berada dalam peringkat yang sejajar satu sama lain. Kesejajaran dan independensi ketiga jenis lembaga negara ini diperlukan agar ketiga lembaga negara ini bisa saling mengawasi dan saling mengontrol berdasarkan prinsip checks and balances.
Berawal dari kemenangan Negara-negara Sekutu (Eropah Barat dan Amerika Serikat) terhadap Negara-negara Axis (Jerman, Italia & Jepang) pada Perang Dunia II (1945), dan disusul kemudian dengan keruntuhan Uni Soviet yang berlandasan paham Komunisme di akhir Abad XX , maka paham Demokrasi yang dianut oleh Negara-negara Eropah Barat dan Amerika Utara menjadi paham yang mendominasi tata kehidupan umat manusia di dunia dewasa ini.
Suatu bangsa atau masyarakat di Abad XXI ini baru mendapat pengakuan sebagai warga dunia yang beradab (civilized) bilamana menerima dan menerapkan demokrasi sebagai landasan pengaturan tatanan kehidupan kenegaraannya. Sementara bangsa atau masyarakat yang menolak demokrasi dinilai sebagai bangsa/masyarakat yang belum beradab (uncivilized).
Indonesia adalah salah satu negara yang menjunjung tinggi demokrasi, untuk di Asia Tenggara Indonesia adalah negara yang paling terbaik menjalankan demokrasinya, mungkin kita bisa merasa bangga dengan keadaan itu.
Didalam praktek kehidupan kenegaraan sejak masa awal kemerdekaan hingga saat ini, ternyata paham demokrasi perwakilan yang dijalankan di Indonesia terdiri dari beberapa model demokrasi perwakilan yang saling berbeda satu dengan lainnya.

1.2           Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka diperoleh permasalahan antara lain:

Bagaimana sejarah dan perkembangan demokrasi di Indonesia?
1.3 Tujuan
Tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Budaya Masyarakat Demokrasi serta untuk wawasan dan ilmu kami tentang Perkembangan demokrasi di Indonesia


BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Sejarah Demokrasi di Indonesia
Sejak Indonesia merdeka dan berdaulat sebagai sebuah negara pada tanggal 17 Agustus 1945, para Pendiri Negara Indonesia (the Founding Fathers) melalui UUD 1945 (yang disahkan pada tanggal 18 Agustus 1945) telah menetapkan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia (selanjutnya disebut NKRI) menganut paham atau ajaran demokrasi, dimana kedaulatan (kekuasaan tertinggi) berada ditangan Rakyat dan dilaksanakan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Dengan demikian berarti juga NKRI tergolong sebagai negara yang menganut paham Demokrasi Perwakilan (Representative Democracy).
Penetapan paham demokrasi sebagai tataan pengaturan hubungan antara rakyat disatu pihak dengan negara dilain pihak oleh Para Pendiri Negara Indonesia yang duduk di BPUPKI tersebut, kiranya tidak bisa dilepaskan dari kenyataan bahwa sebahagian terbesarnya pernah mengecap pendidikan Barat, baik mengikutinya secara langsung di negara-negara Eropah Barat (khususnya Belanda), maupun mengikutinya melalui pendidikan lanjutan atas dan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh pemerintahan kolonial Belanda di Indonesia sejak beberapa dasawarsa sebelumnya, sehingga telah cukup akrab dengan ajaran demokrasi yang berkembang di negara-negara Eropah Barat dan Amerika Serikat. Tambahan lagi suasana pada saat itu (Agustus 1945) negara-negara penganut ajaran demokrasi telah keluar sebagai pemenang Perang Dunia-II.
Didalam praktek kehidupan kenegaraan sejak masa awal kemerdekaan hingga saat ini, ternyata paham demokrasi perwakilan yang dijalankan di Indonesia terdiri dari beberapa model demokrasi perwakilan yang saling berbeda satu dengan lainnya.
Sejalan dengan diberlakukannya UUD Sementara 1950 (UUDS 1950) Indonesia mempraktekkan model Demokrasi Parlemeter Murni (atau dinamakan juga Demokrasi Liberal), yang diwarnai dengan cerita sedih yang panjang tentang instabilitas pemerintahan (eksekutif = Kabinet) dan nyaris berujung pada konflik ideologi di Konstituante pada bulan Juni-Juli 1959.
Guna mengatasi konflik yang berpotensi mencerai-beraikan NKRI tersebut di atas, maka pada tanggal 5 Juli 1959, Presiden Ir.Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden yang memberlakukan kembali UUD 1945, dan sejak itu pula diterapkan model Demokrasi Terpimpin yang diklaim sesuai dengan ideologi Negara Pancasila dan paham Integralistik yang mengajarkan tentang kesatuan antara rakyat dan negara.
Namun belum berlangsung lama, yaitu hanya sekitar 6 s/d 8 tahun dilaksanakan-nya Demokrasi Terpimpin, kehidupan kenegaraan kembali terancam akibat konflik politik dan ideologi yang berujung pada peristiwa G.30.S/PKI pada tanggal 30 September 1965, dan turunnya Ir. Soekarno dari jabatan Presiden RI pada tanggal 11 Maret 1968.
Presiden Soeharto yang menggantikan Ir. Soekarno sebagai Presiden ke-2 RI dan menerapkan model Demokrasi yang berbeda lagi, yaitu dinamakan Demokrasi Pancasila (Orba), untuk menegaskan klaim bahwasanya model demokrasi inilah yang sesungguhnya sesuai dengan ideologi negara Pancasila.
Demokrasi Pancasila (Orba) berhasil bertahan relatif cukup lama dibandingkan dengan model-model demokrasi lainnya yang pernah diterapkan sebelumnya, yaitu sekitar 30 tahun, tetapi akhirnyapun ditutup dengan cerita sedih dengan lengsernya Jenderal Soeharto dari jabatan Presiden pada tanggal 23 Mei 1998, dan meninggalkan kehidupan kenegaraan yang tidak stabil dan krisis disegala aspeknya.
Sejak runtuhnya Orde Baru yang bersamaan waktunya dengan lengsernya Presiden Soeharto, maka NKRI memasuki suasana kehidupan kenegaraan yang baru, sebagai hasil dari kebijakan reformasi yang dijalankan terhadap hampir semua aspek kehidupan masyarakat dan negara yang berlaku sebelumnya. Kebijakan reformasi ini berpuncak dengan di amandemennya UUD 1945 (bagian Batangtubuhnya) karena dianggap sebagai sumber utama kegagalan tataan kehidupan kenegaraan di era Orde Baru.
Amandemen UUD 1945, terutama yang berkaitan dengan kelembagaan negara, khususnya laginya perubahan terhadap aspek pembagian kekuasaan dan aspek sifat hubungan antar lembaga-lembaga negaranya, dengan sendirinya mengakibatkan terjadinya perubahan terhadap model demokrasi yang dilaksana-kan dibandingkan dengan model Demokrasi Pancasila di era Orde Baru.
Model Demokrasi pasca Reformasi (atau untuk keperluan tulisan ini dinamakan saja sebagai Demokrasi Reformasi, karena memang belum ada kesepakatan mengenai namanya) yang telah dilaksanakan sejak beberapa tahun terakhir ini, nampaknya belum menunjukkan tanda-tanda kemampuannya untuk mengarah-kan tatanan kehidupan kenegaraan yang stabil (ajeq), sekalipun lembaga-lembaga negara yang utama, yaitu lembaga eksekutif (Presiden/Wakil Presiden) dan lembaga-lembaga legislatif (DPR dan DPD) telah terbentuk melalui pemilihan umum langsung yang memenuhi persyaratan sebagai mekanisme demokrasi.
2.2. Perkembangan Demokrasi di Indonesia
Perkembangan demokrasi di Indonesia dapat dilihat dari Pelaksanaan Demokrasiyang pernah ada di Indonesiai ini. Pelaksanaan demokrasi di indonesia dapat dibagi menjadi beberapa periodesasi antara lain :
1. Pelaksanaan demokrasi pada masa revolusi ( 1945 – 1950 ).
Tahun 1945 – 1950, Indonesia masih berjuang menghadapi Belanda yang ingin kembali ke Indonesia. Pada saat itu pelaksanaan demokrasi belum berjalan dengan baik. Hal itu disebabkan oleh masih adanya revolusi fisik. Pada awal kemerdekaan masih terdapat sentralisasi kekuasaan hal itu terlihat Pasal 4 Aturan Peralihan UUD 1945 yang berbnyi sebelum MPR, DPR dan DPA dibentuk menurut UUD ini segala kekuasaan dijalankan oleh Presiden denan dibantu oleh KNIP. Untuk menghindari kesan bahwa negara Indonesia adalah negara yang absolut pemerintah mengeluarkan :
  • Maklumat Wakil Presiden No. X tanggal 16 Oktober 1945, KNIP berubah menjadi lembaga legislatif.
  • Maklumat Pemerintah tanggal 3 Nopember 1945 tentang Pembentukan Partai Politik.
  • Maklumat Pemerintah tanggal 14 Nopember 1945 tentang perubahan sistem pemerintahn presidensil menjadi parlementer
2. Pelaksanaan demokrasi pada masa Orde Lama
a. Masa Demokrasi Liberal 1950 - 1959
Masa demokrasi liberal yang parlementer presiden sebagai lambang atau berkedudukan sebagai Kepala Negara bukan sebagai kepala eksekutif. Masademokrasi ini peranan parlemen, akuntabilitas politik sangat tinggi dan berkembangnya partai-partai politik.
Namun demikian praktik demokrasi pada masa ini dinilai gagal disebabkan :
  • Dominannya partai politik
  • Landasan sosial ekonomi yang masih lemah
  • Tidak mampunya konstituante bersidang untuk mengganti UUDS 1950
Atas dasar kegagalan itu maka Presiden mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 :
  • Bubarkan konstituante
  • Kembali ke UUD 1945 tidak berlaku UUD S 1950
  • Pembentukan MPRS dan DPAS
b. Masa Demokrasi Terpimpin 1959 – 1966
Pengertian demokrasi terpimpin menurut Tap MPRS No. VII/MPRS/1965 adalah kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan yang berintikan musyawarah untuk mufakat secara gotong royong diantara semua kekuatan nasional yang progresif revolusioner dengan berporoskan nasakom dengan ciri:
  1. Dominasi Presiden
  2. Terbatasnya peran partai politik
  3. Berkembangnya pengaruh PKI
Penyimpangan masa demokrasi terpimpin antara lain:
  1. Mengaburnya sistem kepartaian, pemimpin partai banyak yang dipenjarakan
  2. Peranan Parlemen lembah bahkan akhirnya dibubarkan oleh presiden dan presiden membentuk DPRGR
  3. Jaminan HAM lemah
  4. Terjadi sentralisasi kekuasaan
  5. Terbatasnya peranan pers
  6. Kebijakan politik luar negeri sudah memihak ke RRC (Blok Timur)
Akhirnya terjadi peristiwa pemberontakan G 30 September 1965 oleh PKI yang menjadi tanda akhir dari pemerintahan Orde Lama.


3. Pelaksanaan demokrasi Orde Baru 1966 – 1998
Dinamakan juga demokrasi pancasila. Pelaksanaan demokrasi orde baru ditandai dengan keluarnya Surat Perintah 11 Maret 1966, Orde Baru bertekad akan melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekwen. Awal Orde baru memberi harapan baru pada rakyat pembangunan disegala bidang melalui Pelita I, II, III, IV, V dan pada masa orde baru berhasil menyelenggarakan Pemilihan Umum tahun 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997.
Namun demikian perjalanan demokrasi pada masa orde baru ini dianggap gagal sebab:
  1. Rotasi kekuasaan eksekutif hampir dikatakan tidak ada
  2. Rekrutmen politik yang tertutup
  3. Pemilu yang jauh dari semangat demokratis
  4. Pengakuan HAM yang terbatas
  5. Tumbuhnya KKN yang merajalela
Sebab jatuhnya Orde Baru:
  1. Hancurnya ekonomi nasional ( krisis ekonomi )
  2. Terjadinya krisis politik
  3. TNI juga tidak bersedia menjadi alat kekuasaan orba
  4. Gelombang demonstrasi yang menghebat menuntut Presiden Soeharto untuk turun jadi Presiden.
4. Pelaksanaan Demokrasi Reformasi {1998- Sekarang).
Berakhirnya masa orde baru ditandai dengan penyerahan kekuasaan dari Presiden Soeharto ke Wakil Presiden BJ Habibie pada tanggal 21 Mei 1998.
Masa reformasi berusaha membangun kembali kehidupan yang demokratis antara lain:
  1. Keluarnya Ketetapan MPR RI No. X/MPR/1998 tentang pokok-pokok reformasi
  2. Ketetapan No. VII/MPR/1998 tentang pencabutan tap MPR tentang Referandum
  3. Tap MPR RI No. XI/MPR/1998 tentang penyelenggaraan Negara yang bebas dari KKN
  4. Tap MPR RI No. XIII/MPR/1998 tentang pembatasan Masa Jabatan Presiden dan Wakil Presiden RI
  5. Amandemen UUD 1945 sudah sampai amandemen I, II, III, IV
Pada Masa Reformasi berhasil menyelenggarakan pemiluhan umum sudah dua kali yaitu tahun 1999 dan tahun 2004.




2.3 Perbedaan – Perbedaan Demokrasi
1. Berkenaan dengan Kedaulatan Rakyat.
a. Demokrasi Liberal.
Kedaulatan Rakyat sepenuhnya dilaksanakan oleh DPR (Parlemen). Dan DPR membentuk serta memberhentikan Pemerintah/Eksekutif (Kabinet).
b. Demokrasi Terpimpin.
Meskipun secara normatif konstitusional ditetapkan bahwa Kedaulatan ada ditangan rakyat dan dilaksanakan sepenuhnya oleh Majelis Permusya-waratan Rakyat (MPR), namun secara praktis justru kedaulatan sepenuhnya berada ditangan Presiden. Dan Presiden membentuk MPR(S) dan DPR-GR berdasarkan Keputusan Presiden
c.Demokrasi Pancasila (Orba).
Kedaulatan Rakyat sepenuhnya dijalankan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), baru kemudian MPR membagi-bagikan kedaulatan tersebut kedalam bentuk kekuasaan-kekuasaan kepada lembaga-lembaga negara lainnya (Presiden, DPR, MA, Bepeka dsb.)
d. Demokrasi Reformasi.
Kedaulatan Rakyat sepenuhnya tetap berada ditangan rakyat, dan rakyat secara langsung membagi-bagikan kedaulatan tersebut kedalam bentuk kekuasaan-kekuasaan kepada lembaga-lembaga negara lainnya (Presiden, MPR, DPR, DPD, MA, MK, dsb.)
2. Berkenaan dengan Pembagian Kekuasaan
a. Demokrasi Liberal
Kekuasaan DPR (Legislatif) sangat kuat dibandingkan dengan kekuasaan Pemerintah/Kabinet (Eksekutif), bahkan DPR dapat memberhentikan Pemerintah/Kabinet. Sementara Presiden hanya berkedudukan sebagai Kepala Negara saja (Simbol Negara saja).
b. Demokrasi Terpimpin.
Kekuasaan Pemerintah/Presiden (Eksekutif) sangat kuat (dominan) dibandingkan dengan kekuasaan DPR (Legislatif), bahkan Presiden dapat membubarkan DPR serta mengangkat anggota-anggota DPR (GR).
Jabatan Presiden ditetapkan untuk masa seumur hidup, sehingga tidak bisa diberhentikan oleh MPRS.
c. Demokrasi Pancasila (Orba)
Meskipun secara normatif konstitusional, ditetapkan :

1)       Kekuasaan Presiden sebagai Kepala Pemerintahan (Eksekutif) maupun Kepala Negara lebih kuat dibandingkan kekuasaan DPR (Legislatif).
2)       Kecuali dalam hal Anggaran Belanja Negara, maka kekuasaan Presiden dibidang legislasi (pembentukan undang-undang) lebih kuat dibanding-kan kekuasaan DPR (Legislatif).
Namun secara praktis Kekuasaan Pemerintah/Presiden (Eksekutif) sangat kuat (  dominan) dibandingkan dengan kekuasaan DPR (Legislatif), sebagai akibat adanya :
1)       Campur tangan Pemerintah didalam kehidupan kepartaian.
2)       Dominasi Pemerintah didalam penyelenggaraan pemilihan umum anggota Legislatif (termasuk menyeleksi calon-calon Legislatif dari partai peserta pemilu).
3)       Kewenangan Presiden didalam pengangkatan anggota MPR dari unsur Utusan Golongan yang jumlahnya cukup besar.
d. Demokrasi Reformasi.
         1).Kekuasaan Presiden sebagai Kepala Pemerintahan (Eksekutif) maupun Kepala Negara jauh berkurang karena harus dibagi kepada DPR (Legislatif).
2)      Kekuasaan Presiden dibidang legislasi (pembentukan undang-undang termasuk UU-APBN) lebih lemah dibandingkan kekuasaan DPR (Legislatif). Bahkan sebuah Rancangan Undang-Undang yang telah disetujui oleh DPR dapat berlaku meskipun tidak disetujui dan tidak diundangkan oleh Presiden/Pemerintah.
3)       Kekuasaan Presiden sebagai Kepala Pemerintahan (Eksekutif) menjadi semakin berkurang dengan dilaksanakannya Otonomi Daerah.
3. Berkenaan dengan Mekanisme Pengambilan Keputusan
a. Demokrasi Liberal
Semua keputusan di lembaga perwakilan rakyat (DPR) diambil berdasarkan voting dengan suara terbanyak.
b.Demokrasi Terpimpin
Semua pengambilan keputusan di lembaga perwakilan rakyat (MPRS dan DPR-GR) harus berdasarkan musyawarah mufakat (suara bulat).
(Ada Ketetapan MPRS yang khusus menetapkan hal ini).


c.Demokrasi Pancasila (Orba)
Semua keputusan di lembaga perwakilan rakyat (MPR dan DPR) pertama-tama diambil berdasarkan musyawarah untuk mufakat, dan jika musyawarah tidak berhasil mencapai mufakat, maka keputusan diambil berdasarkan voting dengan suara terbanyak.
Namun didalam prakteknya pihak Pemerintah senantiasa mengupayakan agar keputusan di DPR dan MPR diambil secara musyawarah (suara bulat) untuk membuat kesan bahwa keputusan tersebut didukung oleh segenap rakyat.
d.Demokrasi Reformasi
Semua keputusan di lembaga perwakilan rakyat (MPR dan DPR) didalam prakteknya langsung diambil berdasarkan voting dengan suara terbanyak.


2.4 Pemilihan Umum Sebagai Pelaksanaan Demokrasi
a. Pengertian Pemilihan Umum
Salah satu cirri Negara demokratis debawa rule of law adalah terselenggaranya kegiatan pemilihan umum yang bebas. Pemilihan umum merupakan sarana politik untuk mewujudkan kehendak rakyat dalam hal memilih wakil-wakil mereka di lembaga legislatif serta memilih pemegang kekuasaan eksekutif baik itu presiden/wakil presiden maupun kepala daerah.
Pemilihan umumbagi suatu Negara demokrasi berkedudukan sebagai sarana untuk menyalurkan hak asasi politik rakyat. Prmilihan umum memiliki arti penting sebagai berikut:
1)       Untuk mendukung atau mengubah personel dalam lembaga legislative
2)      Membentuk dukungan yang mayoritas rakyat dalam menentukan pemegang kekuasaan eksekutif untuk jangka tertentu
3)       Rakyat melalui perwakilannya secara berkala dapat mengoreksi atau mengawasi kekuatan eksekutif.
b. Tujuan Pemilihan Umum
Pada pemerintahan yang demokratis, pemilihan umum merupakan pesta demokrasi. Secara umum tujuan pemilihan umum adalah
  1.  Melaksanakan kedaulatan rakyat
  2.   Sebagai perwujudan hak asas politik rakyat
  3.  Untuk memilih wakil-wakil rakyat yang duduk di lembaga legislatif serta memilih Presiden dan wakil Presiden
  4. melaksanakan pergantian personel pemerintahan secara aman,damai,dan tertib 
  5. Menjamin kesinambungan pembangunan nasional

Menurut Ramlan Surbakti, kegiatan pemilihan umum berkedudukan sabagai :
1)      Mekanisme untuk menyeleksi para pemimpin dan alternatif kebijakan umum
2)       Makanisme untuk memindahkan konflik kepentingan dari masyarakat ke lembagag-lembaga perwakilan melalui wakil rakyat yang terpilih, sehingga integrasi masyarakat tetap terjaga.
3)      Sarana untuk memobilisasikan dukungan rakyat terhadap Negara dan pemerintahan dengan jalan ikut serta dalam proses politik.
Pemilu 1955 merupakan pemilu yang pertama dalam sejarah bangsa Indonesia. Waktu itu Republik Indonesia berusia 10 tahun. Dapat dikatakan pemilu merupakan syarat minimal bagi adanya demokrasi.Secara lebih jelas Juan J. Linz dan Alfred Stepan merumuskan bahwa suatu transisi demokrasi berhasil dilakukan suatu negara jika
a)       tercapai kesepakatan mengenai prosedur-prosedur politik untuk menghasilkan pemerintahan yang dipilih
b)      jika suatu pemerintah memegang kekuasaannya atas dasar hasil pemilu yang bebas
c)       jika pemerintah hasil pemilu tersebut secara de facto memiliki otoritas untuk menghasilkan kebijakan-kebijakan baru dan
d)      kekuasaan eksekutif, legislatif, dan yudikatif yang dihasilkan melalui demokrasi yang baru itu secara de jure tidak berbagi kekuasaan dengan lembaga-lembaga lain.
Sementara itu dalam perspektif Larry Diamond, konsolidasi demokrasi mencakup pencapaian tiga agenda besar, yakni :
a)       kinerja atau performance ekonomi dan politik dari rezim demokratis
b)       institusionalisasi politik (penguatan birokrasi, partai politik, parlemen, pemilu, akuntabilitas horizontal, dan penegakan hukum)
c)       restrukturisasi hubungan sipil-militer yang menjamin adanya kontrol otoritas sipil atas militer di satu pihak dan terbentuknya civil society yang otonom di lain pihak.







BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Sejak Indonesia merdeka dan berdaulat sebagai sebuah negara pada tanggal 17 Agustus 1945, para Pendiri Negara Indonesia (the Founding Fathers) melalui UUD 1945 (yang disahkan pada tanggal 18 Agustus 1945) telah menetapkan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia (selanjutnya disebut NKRI) menganut paham atau ajaran demokrasi, dimana kedaulatan (kekuasaan tertinggi) berada ditangan Rakyat dan dilaksanakan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Dengan demikian berarti juga NKRI tergolong sebagai negara yang menganut paham Demokrasi Perwakilan (Representative Democracy).
Didalam praktek kehidupan kenegaraan sejak masa awal kemerdekaan hingga saat ini, ternyata paham demokrasi perwakilan yang dijalankan di Indonesia terdiri dari beberapa model demokrasi perwakilan yang saling berbeda satu dengan lainnya.
Perkembangan demokrasi di Indonesia dapat dilihat dari Pelaksanaan Demokrasiyang pernah ada di Indonesiai ini. Pelaksanaan demokrasi di indonesia dapat dibagi menjadi beberapa periodesasi antara lain :
1)       Pelaksanaan demokrasi pada masa revolusi ( 1945 – 1950 )
2)       Pelaksanaan demokrasi pada masa Orde Lama
a. Masa Demokrasi Liberal 1950  1959
b. Masa Demokrasi Terpimpin 1959 – 1966
3)       Pelaksanaan demokrasi Orde Baru 1966- 1998
4)       Pelaksanaan Demokrasi Reformasi {1998-Sekarang)
Salah satu cirri Negara demokratis debawa rule of law adalah terselenggaranya kegiatan pemilihan umum yang bebas. Pemilihan umum merupakan sarana politik untuk mewujudkan kehendak rakyat dalam hal memilih wakil-wakil mereka di lembaga legislatif serta memilih pemegang kekuasaan eksekutif baik itu presiden/wakil presiden maupun kepala daerah.
Pemilihan umumbagi suatu Negara demokrasi berkedudukan sebagai sarana untuk menyalurkan hak asasi politik rakyat.
Dapat dikatakan pemilu merupakan syarat minimal bagi adanya demokrasi. Pemilu 1955 merupakan pemilu yang pertama dalam sejarah bangsa Indonesia. Waktu itu Republik Indonesia berusia 10 tahun.

3.2 Saran
Sudah sepantasnya kita sebagai negara yang berdemokrasi bisa menghargai pendapat orang lain. Kita sebagai warga Negara harus ikut menciptakan Negara yang berdemokrasi.Kelebihan dan kekurangan pada masing-masing masa demokrasi tersebut pada dasarnya bisa memberikan pelajaran berharga bagi kita.
Harapan dari adanya demokrasi yang mulai tumbuh adalah ia memberikan manfaat sebesar-besarnya untuk kemaslahatan umat dan juga bangsa. Misalnya saja, demokrasi bisa memaksimalkan pengumpulan zakat oleh negara dan distribusinya mampu mengurangi kemiskinan. Disamping itu demokrasi diharapkan bisa menghasilkan pemimpin yang lebih memperhatikan kepentingan rakyat banyak seperti masalah kesehatan dan pendidikan.Tidak hanya itu, demokrasi diharapkan mampu menjadikan negara kuat. Demokrasi di negara yang tidak kuat akan mengalami masa transisi yang panjang. Dan ini sangat merugikan bangsa dan negara. Demokrasi di negara kuat (seperti Amerika) akan berdampak positif bagi rakyat. Sedangkan demokrasi di negara berkembang seperti Indonesia tanpa menghasilkan negara yang kuat justru tidak akan mampu mensejahterakan rakyatnya.
Demokrasi di Indonesia memberikan harapan akan tumbuhnya masyarakat baru yang memiliki kebebasan berpendapat, berserikat, berumpul, berpolitik dimana masyarakat mengharap adanya iklim ekonomi yang kondusif. Untuk menghadapi tantangan dan mengelola harapan ini agar menjadi kenyataan dibutuhkan kerjasama antar kelompok dan partai politik agar demokrasi bisa berkembang ke arah yang lebih baik










DAFTAR PUSTAKA


Prayitno, Irwan. Tanpa tahun. Perkembangan Demokrasi di Indonesia Cabaran dan Pengharapan. Dalam www.google.com.

www.google.com. Tanpa tahun. Demokrasi. Dalam http://id.wikipedia.org.

http://elsa1307.blogspot.com/2012/03/perkembangan-demokrasi-di-indonesia.html

Rabu, 20 Juni 2012

LAHIRNYA KEUSKUPAN LARANTUKA


1.                           Kedatangan Misionaris Portugis: Misi Solor

Pada tahun 1550, sebuah kapal dagang Portugis singgah di pulau Solor dalam perjalanan dagang membeli rempah-rempah. Para pedagang Katolik ini berkenalan dengan masyarakat setempat, mengajar Agama dan mempermandikan sejumlah orang di sana. Tahun 1556, sebuah kapal Portugis melintasi wilayah itu dan ketika menghadapi cuaca buruk, ia mampir dan berlindung di pulau solor. Nahkoda kapal itu mengajarkan agama Katolik kepada raja Lohayong (Solor) dan mempermandikannya menjadi Katolik. Apa yang dirintis oleh kaum awam yang pedagang ini kemudian dilanjudkan oleh para misonaris Portugis yang datang kemudian. Di bawah para misionaris Dominikan, Gereja Solor berkembang. Misionaris pertama adalah pastor Antonio de Taceira disususl kemudian oleh P. Antonio da Cruz, P. Simeo da Chagas dan bruder Alexio dan menetap di Lohayong. Mereka kemudian mendirikan benteng Lohayong (Fort Henricus). Tahun 1556 sudah dipermandikan di sini 25.000 umat dan tersebar di 25 stasi di seluruh Flores Timur (Solor, larantuka dan Adonara).
Tradisi kehidupan sosial dan keagamaan umat Katolik kota Larantuka hingga saat ini masih melekat dengan tradisi-tradisi Portugis. Seperti perayaan pekan suci, khususnya Jumad Agung dirayakan dalam nuansa Portugis, baik lagu-lagu maupun doa-doanya.

2. Misionaris Belanda

Tanggal 19 Desember  1851 dibuatlah perjanjian damai antara Poretugis dan Belanda yang memisahkan wilayah politik Portugis dan wilayah politik Belanda di kepulauan Nusa Tenggara. Flores Timur masuk wilayah kekuasan politik pemerintah Belanda. Namun demikian, para misionaris Portugis masih sesekali melayani umat di Flores Timur. Dengan penandatanganan Traktat Lisabon 20 April 1859, Portugis menarik diri dari Flores Timur. Walau demikian kebebasan beragama tetap diatur dalam traktat ini. Maka pemerintah Belanda wajib mendatangkan misionaris Belanda untuk melayani umat di wilayah Flores Timur. Sementara itu, Gereja Katolik di Larantuka memiliki “Konfreria” yakni Serikat Rosari Kudus yang terdiri dari kaum awam yang bertugas mengurus kehidupan beragama bersama raja-raja yang sudah menjadi Katolik.

Tanggal 4 Agustus 1860 Romo Yohanes Petrus  Nikolaus Sanders, seorang imam diosesan Belanda tiba di Larantuka. Desember  1861, pastor Sanders diganti oleh kerabatnya romo Gaspar Hubertus Fransen. Dalam karyanya, pastor Fransen dibantu oleh keluarga Kerajaan Larantuka, yakni raja Don Gaspar dan adiknya Don  Minggo. Romo Fransen mulai mendirikan sekolah. Maka dapat dipastikan, sekolah pertama di Flores Timur bediri pada masa itu walau dalam bentuk yang sederhana. Dan merintis cara penguburan orang mati secara Katolik termasuk mendapatkan tanah untuk pemakaman umm Katolik. Oktober 1863, pastor Fransen kembali ke Belanda. 

3. Pelayanan Misionaris Yesuit

Sebelum pastor Fransen siap kembali, seorang pengganti telah tiba di Larantuka tanggal  17 April, seorang misionaris Yesuit, P. Gregorius Metz.

Di tempat bernama Postoh, P. Metz membangun sebuah Gereja, yang memudian menjaadi gudang dan dibangun gereja kedua yakni “San Dominggo” Larantuka. Selanjudnya sejumlah Gereja dan Kapela di bangun, yang hingga kini masih ada dan diperbaharui. Gereja San Juan Lebao,  San Dominggo di Wureh, San Dominggo di Konga, Santa Klara di Lewolaga, kapela santa Lusia di Waibalun, santa Klara di Lewolere,  Miserekordia di Pantai Besar, Philipus dan Yakobus di Larantuka, santa Maria di Batumea (Kini Kapela Tuan Ma), San Sepulchro di Ponbao, san Lorenso di Pohon sirih, Nosa Senhora di Lohayong dan Yose di Gege. Tahun 1879, suster-suster Fransiskanes dari Heythuijsen tiba di Larantuka . P. Metz bekerja di Larantuka selama 20 tahun.

4. Misionaris Serikat Sabda Allah
Hari Jumad 4 Mei 1917, P. Hoebrects dan dua Bruder Yesuit meninggalkan Larantuka dan Flores. Maka berakhirlah  periode pelayanan misionaris Yesuit di tanah ini. Mereka dilepas di pelabuhan Larantuka oleh umat yang sangat besar jumlahnya bersama Mgr. Petrus Noyen, SVD dan komunitas SVD di Larantuka. Sebelumnya, tanggal  20 Mei 1915 tiba di Larantuka misionaris SVD pertama yakni P. Wiliam Bach, SVD.

Mulai 1919 hingga 1920 datang  ke Nusa Tenggara tidak kurang 36 imam dan bruder SVD. Frater van Velsen, SVD yang memiliki ijasah guru diangkat oleh  pemerintah sebagai penilik sekolah di Flores termasuk Larantuka. Di Larantuka berdiri sekolah di Nobo, Riangwulu, Konga, Hewa, Lewolaga, Waibalun dan Lebao. Demikian juga stasi-stasi dibuka di luar Larantuka. Di Lembata stasi Lamalera dengan seorang misionaris yakni Pater Bernardus Bode, SVD yang membuka sekolah pertama di Lembata. Di Larantuka terdapat sebuah sekolah Standartschool atau Vervolgschool 2 tahun sebagai kelanjutan Sekolah Rakyat tiga tahun. Di samping itu didirikan sebuah sekolah guru di Larantuka dan kursus pertukangan yang sudah dirintis para imam Yesuit.

Kaetika perang dunia II 1942, Jepang menduduki Flores termasuk Larantuka. Lalu para misionaris Belanda diinternir di sulawesi Selatan. Namun Mgr. Hendrik Leven bersama sejumlah imam diizinkan berkarya dan meneruskan pendidikan imam pribumi. Sebelumnya telah ditahbiskan 2 imam pribumi pertama antara lain P. Gabriel Manek tanggal 28 Januari 1941. Pastor muda inilah yang ditempatkan di wilayah Flores Timur. 

5. Masa Baru

Babak baru segera mulai setelah melewati masa sulit pendudukan Jepang. Kemerdekaan diisi dengan pengembangan Gereja di Nusa Tenggara. Pendidikan seminari menjadi salah satu jalan menyiapkan imam-imam pribumi. Berdirilah di Larantuka Seminari San Dominggo Hokeng tahun 1950. Sebelumnya, tahun 1942 ditahbiskan sejumlah calon imam dari Larantuka menjadi imam tarekat religius SVD: P. Rufinus Pedrico, SVD, P. Yohanes Bala Letor. Dan dari Larantuka juga tiga imam SVD ditahbiskan Uskup: Mgr. Gregorius Mentero (almarhum), Mgr. Paulus Sani Kleden (almarhum) dan Mgr. Antonius Pain Ratu. Imam Diosesan pertama dari Larantuka ditahbiskan tahun 1963. 35 tahun kemudian (1998) sudah mencapai 78 imam diosesan. Tahun 1958 Mgr. Gabriel Manek mendirikan di Larantuka Tarekat biarawati pribumi Puteri Reinha Rosari (PRR) yang kini bekerja di 12 Keuskupan di Indonesia bahkan di luar negeri seperti di Kenya, Afrika dan Timor Timur.

6. Lahirnya Keuskupan Larantuka

Tahun 1951 Vikariat Apostolik Kepulausan Sunda Kecil dimekarkan menjadi tiga vikariat Apostolik. Vikariat Apostolik Ende denga uskupnya Mgr. Antonius Hubertus Thijssen,SVD Vikariat Apostolik Ruteng dengan uskupnya Mgr. Van Bekkum, SVD dan Vikariat Apostolik Larantuka  dengan uskupnya Mgr. Gabriel Manek, SVD yang adalah uskup pribumi pertama di Nusa Tenggara. Tahun 1961 Paus Yohanes XXIII mendirikan hierarki di Indonesia. Vikariat apostolik Ende menjadi Keuskupan Agung Ende, demikian pula Ruteng dan Larantuka menjaadi keuskupan Sfragan. Saat itu, Mgr. Gabriel Manek diangkat menjadi Uskup Agung Ende dan di Larantuka digantikan oleh Mgr. Antonius Hubertus Thijssen, SVD sebagai uskup kedua. Tahun 1974 beliau dipindahkan ke Keuskupan Denpasar, dan diangkatlah Mgr. Darius Nggawa SVD sebagai Uskup yang ketiga. Memasuki masa pensiun, tahun 2004 Uskup Darius meletakan jabatan dan digantikan oleh pengganti yang sudah disiapkan dua tahun sebelumnya. Uskup Koajutor Larantuka Mgr. Fransiskusi Kopong Kung, Pr diangkat menjadi Uskup keempat di Keuskupan Larantuka, sekaligus menjadi Uskup dari imam projo pertama di Flores.

        Label: Keuskupan Larantuka