BAB I
PENDAHULUAN
A.LATAR BELAKANG MASALAH
Revolusi Nasional meletus pada tanggal 17 Agustus 1945
dalam bentuk proklamasi kemerdekaan. Dengan ini tercapailah kemerdekaan yang
diidam-idamkan oleh rakyat Indonesia. Proklamasi mematahkan belenggu penjajahan
dan menciptakan hidup baru di berbagai bidang. Terutama di bidang pendidikan
sebagai desaigner karakter bangsa dirasa perlu mengubah sistem
pendidikan yang sesuai dengan suasana baru. Pada bulan Oktober 1945 para ulama
di Jawa memproklamasikan perang jihad fisabilillah terhadap Belanda / sekutu.
Hal ini berarti memberikan fakta kepastian hukum terhadap perjuangan umat
Islam.
Islam masuk ke Indonesia pada abad pertama hijriyah atau
abad ke tujuh sampai abad ke delapan masehi. Ini mungkin didasarkan kepada penemuan
batu nisan seorang wanita muslimah yang bernama Fatimah binti Maimun dileran
dekat Surabaya bertahun 475 H atau 1082 M. Sedang menurut laporan seorang
musafir Maroko Ibnu Batutah yang mengunjungi Samudera Pasai dalam perjalanannya
ke negeri Cina pada tahun 1345 M. Agama islam yang bermahzab Syafi’I telah
mantap disana selama se abad, oleh karena itu berdasarkan bukti ini abad ke
XIII di anggap sebagai awal masuknya agama islam ke Indonesia
B . TUJUAN
Tujuan di susunnya makalah ini antara lain ialah;
1. Mengingatkan
kembali dimana islam pada zaman kemerdekaan begitu hebatnya sehingga dapat
merebut kejayaan yang direnggut oleh kaum orientalis, tak luput semua itu peran
aktif orgaisasi islam,
2. Memotivasi umat
islam bahwa kita dapat meraih sesuatu hal yang sulit sekalipun, dengan ikhtiyar
yang di iringi denagn do’a,
3. Untuk memenuhi
tugas mata kuliah Sejarah Islam.
BAB II
PEMBAHASAN
- PERKEMBANGAN ISLAM SETELAH KEMERDEKAAN
Masa
seteleh diproklamirkannya kemerdekaan Indonesia, bisa kita sebut sebagai Rezim
Orde lama , dimana Soekarno bertindak sebagai kepala negara.
Pemerintahan
Soekarno yang berlangsung sejak tahun 1945 nyatanya bisa katagorikan kedalam
dua kelompok besar, yakni masa Demokrasi Liberal (1945-1958) dan Demokrasi
Terpimpin (1959-1966).
A.
Islam
masa Revolusi dan Demokrasi Liberal
Pada
awal kemerdekannya, Indonesia menghadapi sebuah pertanyaan besar , apakah
pemerintahan akan dijalankan berlandaskan ajaran agama Islam ataukah secara
sekuler? Hal ini dipicu oleh tindakan dimentahkannya kembali Piagam Jakarta.
Kedudukan golongan Islam merosot dan dianggap tidak bisa mewakili jumlah
keseluruhan umat Islam yang merupakan mayoritas. Misalnya saja, dalam KNIP dari
137 anggotanya, umat islam hanya diwakili oleh 20 orang, di BPKNIP yang
beranggotakan 15 orang hanya 2 orang tokoh Islam yang dilibatkan. Belum lagi
dalam kabinet, hanya Menteri Pekerjaan umun dan Menteri Negara yang di
percayakan kepada tokohIslam, padahal Umat Islam mencapai 90% di Indonesia.
Dalam usaha untuk menyelesaikan
masalah perdebata ideologi diambilah beberapa keputusan , salah stunya adalah
dengan mendirikan Kementrian Agama.
B. Pembentukan Kementrian Agama
Pembentukan Kementrian Agama ini tidak lepas dari keputusan
Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) dalam sidangnya pada tanggal 25-26
Agustus 1945 yang membahas agar dalam Indonesia yang merdeka ini soal-soal
keagamaan digarap oleh suatu kementrian tersendiri, tidak lagi bagian tanggung
jawab kementrian Pendidikan. Kementrian Agama resmi berdiri 3 Januari 1946
dengan Menteri Agama pertama M. Rasyidi yang diangkat pada 12 Maret 1946.
Awalnya kementrian ini terdiri dari tiga seksi ,kemudian
menjadi empat seksi masing-masing untuk kaum Muslimin, Potestan, Katolik Roma,
dan Hindu-Budha. Kini strukturnya pun berkembang, terdiri dari lima Direktorat
Jenderal ( Ditjen Bimbingan Masyarakat Islam dan Bimbingan Haji, Ditjen
Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, Bimbingan masyarakat Katolik, Ditjen
Bimbingan Protestan dan Ditjen Bimbingan Hindu-Budha) juga dibantu oleh
Inspektorat Jenderal, Sekertariat Jenderal, Badan Penelitian dan Pembangunan
(Balitbang) Agama serta Pusat pendidikan dan Latihan (Pusdiklat ) Pegawai.
Tujuan
dan Fungsi Kementrian Agama (dirumuskan pada 1967) :
1. Mengurus serta mengatur pendidikan agama di sekolah-sekolah
serta membimbing perguruan-perguruan agama.
2. Mengikuti dan memperhatikan hal yang bersangkutan dengan
Agama dan keagamaan.
3. Memberi penerangan dan penyuluhan agama.
4. Mengurus dan mengatur peradilan agama serta menyelesaikan
masalah yang berhubungan dengan hukum agama.
5. Mengurus dan mengembangkan IAIN, perguruan tinggi agama
swasta dan pesantren luhur, serta mengurus dan mengawasi pendidikan agama pada
perguruan-perguruan tinggi.
6. Mengatur, mengurus dan mengawasi penyelenggaraan ibadah
haji.
Meskipun Departemen Agama dibentuk,
namun tidak meredakan konflik ideologi pada masa sesudahnya.
Setelah Wakil Presiden mengeluarkan
maklumat No.X pada 3 November 1945 tentang diperbolehkannya pendirian
partai-partai politik, tiga kekuatan yang sebelumnya bertikai muncul kembali ,
Masyumi (majlis Syuro Muslimin Indonesia), Partai Sosialis (dengan falsafah
hidup Marxis ) dan PNI (Partai Nasionalis Indonesia) yang Nasionalis Sekuler.
Setelah pemilu tahun 1955, banyak terjadi dialog ideologi secara terbuka dan
memunculkan tiga alternatif dasar negara, yaitu : Islam, Pancasila dan Sosial
Ekonomi.
Pada kurun waktu ini , umat Islam
begitu kompak , buktinya dengan ditandatanganinya Kongres Umat Islam Indonesia
pada tanggal 7-8 November di Yogyakarta. Selain itu , dalam menghadapi pasukan
Belanda yang kembali setelah diboncengi NICA, para Kiyai dan Tokoh Islam
mengeluarkan fatwa bahwa mempertahankan kemerdekaan merupakan fardhu a’in,
sehingga munculah barisan Sabilillah dan Hizbullah. Hasil terpenting dari
kongres ini adalah terbentuknya suatu wadah perjuangan politik Indonesia.
Disisi lain, Syahrir yang merupakan
pimpinan KNIP mendesak untuk dilakukannya rekonstruksi KNIP melalui petisi 50
negara KNIP, tujuannya agar kkabinet tak didominasi oleh kolaborator (jepang
dan Belanda). Desakan ini kemudian dikabulkan oleh Presiden, dengan demikian
KNIP mendapatkan Hak legislatif untuk mengontrol jalannya pemerintahan. Selain
itu, Syahrir dan kelompoknya juga mendesak untuk dilakukannya perubahan
mendasar dalam sistem pemerintahan Republik, kabinet bukan bertanggung jawab
kepada Presiden, tapi kepada KNIP, dengan begitu sistem pemerintahan bukan lagi
presidentil, tetapi Parlementer. Masyumi kurang sejalan dengan usulan Syahrir
karena pada kenyatannya Syahrir sangat erat berhubungan dengan Jepang dan
ekspensor Belanda. Presiden pada waktu itu setuju dengan usulan Syahrir, bahkan
kemudian Syahrir diangkat menjadi Perdana Menteri pada 14 November 1945.
Hasilnya, dari 14 anggota parlemen, hanya satu orang yang dapat dianggap
mewakili tokoh Umat Islam, yaitu H. Rasyidi yang kemudian bertamabah pada 3
Januari 1946 dengan diangkatnya M. Natsir sebagai Menteri Penerangan. Sejak
saat itu, Masyumi menjadi oposisi dan baru pada Kabinet Amir Syarfudin Masyumi masuk
sebagai partai koalisi.
Selanjutnya dalam kabinet Hatta, ada
enpat masalah krusial yang harus dselesaikan , yaitu gerakan Darul Islam,
konsekuensi Perjanjian Renville, penyerahan kedaulatan melalui KMB dan
penanganan pemberontakan PKI pada 1948 di Madiun. Dalam kurun waktu 1950-1955
peranan parpol Islam mengalami pasang surut .
Setelah pemilu 1955 dimana
terpilihnya Kabinet Ali Sostroamidjoyo II yang merupakan koalisi PNI, Masyumi
dan NU. Kabinet ini kemudian jatuh pada 1957 karena ingin ikut serta dalam
kekuasaan pemerintahan, selain itu Perti dan Masyumi pun keluar dari kabinet
karena kurang setuju dengan kebijakan dalam menangani krisis di beberapa
daerah. Pemerintahan pun diambil alih oleh Presiden. Pada 1959, dikeluarkanlah
Dekrit Presiden tentang pembubaran konstituante dan sekaligus pemberlakuan
kembali Undang-undang Dasar taun 1945 dan usaha-usaha partai Islam untuk
menegakan sIslam sebagai ideologi negara dalam konstituante pun mengalami jalan
buntu. Dekrit ini sebenarnya ingin mengambil jalan tengah untuk menyatakan
bahwa Piagam Jakarta terkandung dalam UUD 1945, namun tampaknya kemudian
menjadi awal bergantinya sistem demokrasi Liberal berganti menjadi demokrasi
terpimpin.
C.
Islam
Pada Masa Demokrasi Terpimpin
Setelah dikeluarkannya Dekrit Presiden
Pada 1959, berakhirlah masa Demokrasi liberal, berubah menjadi Demokrasi
terpimpin Soekarno.
Timbulnya pemusatan kekuasaan
mencuatkan konsekuensi yang variatif terhadap pertai-artai islam. Dengan
beberapa Keppres, sejumlah Parpol dikebiri karena dianggap menciptakan
pemerintahan yang tidak efektif. Beberapa tindakan seperti kristalisasi NU dan
PSII, ( namun Perti yang dianggap wakil kelompok NASAKOM dibiarkan tetap ada),
sedangkan yang terjadi pada Masyumi, beberapa pemimpinnya yang dianggap pendukung
sejati negara Islam dan oposisi yang tak berkesudahan dipenjarakan dan Masyumi
di bubarkan pada 1960.
Partai islam yang tersisa (NU, Perti
dll) melakukan penyesuaian diri dengan keinginan Soekarno yang didukung oleh
ABRI dan PKI. Beberapa bentuk penyesuaiannya seperti pemberian gelar Waly
Al-Amr al-Dahruri bi al-Syaukah kepada Soekarno oleh NU, dan Doktor
Honoris Causa dari IAIN dengan promotor K.H. Saifudin Zuhri (salah satu
pimpinan NU). NU mendukung beberapa manipol Usdek Soekarno, sehingga pasca dibubarkannya
Masyumi, NU menjadi Partai Islam terbesar pada waktu itu. Beberapa pihak
menganggap NU sebagai partai oportunis karena sikap proaktifnya. Anggapan ini
kemudian dibantah oleh petinggi-petinggi Nu, merka beralasan hal ini sebagai
bentuk pengimbangan terhadap kekuatan PKI. Namun tetap saja secara keseluruhan
peranan partai Islam mengalami Kemerosotan. Tak ada jabatan menteri penting
yang dipercayakan kepada tokoh Islam dalam masa Demokrasi Terpimpin ini.
Satu-satunya kepentingan Islam yang diluruskan adalah keputusan MPRS tahun 1960
yangmemberlakukan pengajaran agama di Universitas dan perguruan tinggi.
Legislasi Islam sebagai ideologi negara dianggap mepmberi pengaruh negatif
terhadap pemerintahan.
Di masa Demokrasi terpimpin ini, Soekarno kembali menyuarakan
ide lamanya NASAKOM (Nasionalis, Agamis,dan Komunis), suatu pemikiran yang
ingin menyatukan Nasionalis “sekular”, Islam dan Komunis. Gagasan ini adalah
upaya untuk meredam gejolak politik antara kelompok-kelompok tersebut. Dengan
menampung ketiganya dalam satu payung, Soekarno mencoba mengendalikan tiga
unsur politik ini. Namun, dengan adanya upaya ini maka implikasinya, peranan
partai mengalami erosi karena , kecuali PKI yang memainkan peranan penting.
Keadaan ini menimbulkan ketegangan antara Islam dan kmunisme dan munculnya
ketidakpuasan dari pihak Nasionalis Sekuler dan angkatan bersenjata. Kemudian
muncul semacamanggapan adanya penghianatan Soekarno terhadap Pancasila.
Soekarno dianggap berselingkuh. Pancasila ditafsirkan sesuai dengan caranya
sendiri. Meskipun dalam Pancasila sendiri, unsur-unsur NASAKOM ini nampak jelas
ada di dalamnya. Tetapi dengan mengangkatnya dari sebuah substansi yang ada di
dalam menjadi sebuah ideologi yang setara, maka penduaan ini tidak terelakkan.
Indonesia harus mengangkat Pancasila sekaligus menjunjung NASAKOM-isme.
Slogan-slogan, kemakmuran, kesejahteraan, nasionalisme yang agamis berusaha
diserukannya , mungkin untuk mengangkat citranya.
Akhirnya masa kejatuhan kekuasaannya pun tiba. Kondisi
negara berkebalikan dengan slogan-slogan Soekarno yang pada waktu itu ia
gembar-gemborkan. Dengan inflasi keuangan negara sebesar 600 persen, maka era
Soekarno pun berakhir, dengan gagalnya Geakan 30 September PKI tahun 1965,
dimana umat Islam bersama ABRI dan golongan lain bekerjasama menumpasnya.
d). Perkembangan Islam Pada Masa Orde Baru (1966-1998)
Pada masa kemerdekaan, tepatnya pada
3 januari 1946 didirikannya depertemen Agama yang mengurusi keperluan ummat
Islam. Meskipun pada dasarnya depertemen Agama ini mengurusi keperluan ummat
beragama yang ada di Indonesia, namun melihat latar belakang pendiriannya jelas
untuk mengakomodasi kepentingan dan aspirasi ummta Islam sebagai mayoritas
penduduk negeri ini.
Usaha partai-parti Islam untuk menegakkan Islam sebagai Idiologi negara dalam
konstituante mengalami jalan buntu. Partai-partai Islam itu melakukan
penyesuaian terhadap kebijakan Soekarno, tetapi secara keseluruhan
peranan-peranan partai-partai Islam mengalami kemerosotan. Tidak ada jabatan
menteri berposisi penting yang diserahkan kepada Islam sebagaimana yang terjadi
pada masa demokrasi parlementer.Satu-satunya kepentingan Islam yang diluluskan
adalah keputusan MPRS tahun 1960 yang memberlakukan pengajaran agama di
Universitas dan perguruan Tinggi.
Meskipun ummat Islam merupakan 87% penduduk Indonesia dalam kehidupan berbangsa
ini, ide negara Islam secara terus-menerus ditolak. Bahkan partai-partai Islam
mulai dari masa penjajahan hingga masa kemerdekaan selalu mengalami kekalahan,
kecuali diawal pergerakan nasional.
Bahkan
sekarang dengan pembaharuan politik partai-partai berideologi Islam pun lenyap.
Kegiatan Islam semakin berkembang pada masa orde baru ini, diantaranya:
- Bangunan-bangunan baru Islam (Masjid dan Mushallah)
- Pembangunan Madrasah, Pesantren dan juga Universitas Islam.
- Adanya kegiatan bulan Ramadhan (Pesantren kilat)
- Aktivitas Sosial keagamaan.
- Puisitasi Islam, drama, dan pegelaran seni Islam lainnya.
Sejak ditumpasnya G 30 S/PKI pada tanggal 1 oktober 1965
bangsa Indonesia telah memasuki pase baru yang diberi nama Orde Baru. Perubahan
Orde Lama menjadi Orde Baru berlangsung melalui kerjasama erat antara pihak
ABRI atau tentara dan gerakan-gerakan pemuda yang disebut angkatan 1966. Sejak
tahun 1966 para pemuda dam mahasiswa melakukan demontrasi dijalan-jalan
sebagian secara spontan sebagian lagi atas perencanaan pihak lain mula-mula
memprotes segala macam penyalahgunaan kekuasaan sampai protes terhadap
Soekarno.
Sebagaimana
dikemukakan diatas MPRS pada tahun 1966 telah bersidang. Pada waktu itu sedang
dilakukan upaya untuk membersihkan sisa-sisa mental G 30 S/ PKI. Dalam
keputusannya bidang pendidikan agama telah mengalami kemajuan. Dengan demikian
sejak tahun 1966 pendidikan agama menjadi hak wajib mulai dari Sekolah Dasar
sampai Perguruan Umum Negeri di seluruh Indonesia.
Sejak tahun 1966 telah terjadi perubahan besar pada
bangsa Indonesia, baik menyangkut kehidupan sosial, agama maupun politik.
Periode ini disebut zaman Orde Baru dan zaman munculnya angkatan baru yang
disebut angkatan 66. pemerintah Orde Baru bertekad sepenuhnya untuk kembali
kepada UUD 1945 dan melaksanakannya secara murni dan konsekuen. Pemerintah dan
rakyat membangun manusia seutuhnya dan masyarakat Indonesia seluruhnya.
Berdasarkan tekad dan semangat tersebut, kehidupan beragama dan pendidikan
agama khususnya, makin memperoleh tempat yang kuat dalam struktur organisasi
pemerintahan dan dalam masyarakat pada umumnya. Dalam sidang-sidang MPR yang
menyusun GBHN sejak tahun 1973 hingga sekrang, selalu ditegaskan bahwa pendidikan
agama menjadi mata pelajaran di sekolah-sekolah negeri dalam semua jenjang
pendidikan, bahkan pendidikan agama sudah dikembangkan sejak Taman Kanak-Kanak
(Bab V pasal 9 ayat 1 PP Nomor 2 Tahun 1989).
Pembangunan
nasional memang dilaksanakan dalam rangka pembangunan warga dan masyarakat
Indonesia seutuhnya. Hal ini berarti adanya keserasian, keseimbangan dan
keselarasan antara pembangunan bidang jasmani dan rohani, dengan sesama manusia
dan dengan lingkungan hidupnya secara seimbang. Pembangunan seperti ini menjadi
pangkal tonggak pembangunan bidang agama.
a)
Perkembangan Islam Setelah Reformasi.
Tidak diketahui secara persis apa yang dimaksud oleh sementara pihak yang
melihat maraknya kehidupan politik Islam dewasa ini sebagai suatu fenomena yang
dapat diberi label repolitisasi islam. Meskipun demikian, kalau menilik
indikator utama yang digunakan sebagai dasar penialian itu adalah munculnya
sejumlah partai politik yang menggunakan simbol dan asas Islam atau yang
mempunyai pendukung utama komunitas Islam, maka tidak terlalu salah untuk
mengatakan bahwa yang dimaksud adalah fenomena munculnya kembali kekuatan
politik Islam. Hal yang demikian itu didalam perjalanannya selalu terbuka
kemungkinan untuk "memolitikkan" bagian-bagian yang menjadi dasar idiologi
partai-partai tersebut.
Sekarang pada era reformasi, gejala demikian mungkin terulang kembali. Peran
kelompok Islam, baik tokoh Islam maupun mahasiswa Islam dalam mendorong gerakan
reformasi sangat besar. Namun, pada perkembangan selanjutnya, gerakan reformasi
tidak selalu berada dalam pengendalian kelompok Islam.
Berbagai problem tersebut harus mampu diatasi oleh partai-partai Islam pada era
reformasi dewasa ini. Adanya penggabungan secara menyeluruh mungkin tidak
realistis, kecuali mungkin diantara partai-partai Islam yang berasal dari
rumpun yang sama. Alternative lain yang tersedia adalah koalisi, sehingga hanya
ada beberapa partai Islam saja yang ikut dalam pemilu
B.
LEMBAGA
PENDIDIKAN ISLAM
a)
Lembaga
Pendidikan Islam sesudah Indonesia Merdeka
Setelah Indonesia merdeka dan mempunyai Departemen Agama, maka secara instantional Departemen Agama diserahi kewajiban dan bertanggung jawab terhadap pembinaan dan pengembangan pendidikan agama dalam lembaga-lembaga tersebut. Lembaga pendidikan agama Islam ada yang berstatus negeri dan ada yang berstatus swasta.
Yang
berstatus negeri misalnya seperti :
1) Madrasah Ibtidaiyah Negeri (Tingkat
Dasar)
2) Madrasah Tsawiyah Negeri (Tingkat
Menengah Pertama)
3) Madrasah Aliyah Negeri (tingkat
Menengah Atas). Dahulunya berupa Sekolah Guru dan Hakim Agama (SGHA) dan
Pendidikan Hakim Islam Negeri (PHIN)
4) Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri
(PTAIN) yang kemudian berubah menjadi IAIN (Institut Agama Islam Negeri)
v Tokoh-tokoh pendidikan Islam di
Indonesia
Adapun beberapa tokoh pendidikan Islam di Indonesia
1. Kyai Haji Ahmad Dahlan (1869 – 1923)
K.H Ahmad Dahlan dilahirkan di Yogyakarta pada tahun 1869 M dengan nama kecilnya Muhammad Darwis, putra dariKH.Abubakar Bin Kyai Sulaiman, Khatib di masjid besar (jami’) Kesulitan Yogyakarta, Ibunya adalah puteri Haji Ibrahim seorang penghulu.
2. Kyai Haji Hasyim Asy’ari (1871-1947)
K.H. Hasyim asy’ari dilahirkan pada tanggal 14 Februari tahun 1981 M di Jombang Jawa Timur, mula-mulai ia belajar agama Islam pada ayahnya sendiri Kyai Asy’ari Kemudian ia belajar ke pondok pesantren Purbalinggo. Kemudian pindah lagi ke Plangitan, Semarang, Madura, dan lain-lain.
Maka di bawah pimpinan KH. Ilyas dimasukkan pengetahuan umum ke dalam Madrasah Salafiyah, yaitu:
Adapun beberapa tokoh pendidikan Islam di Indonesia
1. Kyai Haji Ahmad Dahlan (1869 – 1923)
K.H Ahmad Dahlan dilahirkan di Yogyakarta pada tahun 1869 M dengan nama kecilnya Muhammad Darwis, putra dariKH.Abubakar Bin Kyai Sulaiman, Khatib di masjid besar (jami’) Kesulitan Yogyakarta, Ibunya adalah puteri Haji Ibrahim seorang penghulu.
2. Kyai Haji Hasyim Asy’ari (1871-1947)
K.H. Hasyim asy’ari dilahirkan pada tanggal 14 Februari tahun 1981 M di Jombang Jawa Timur, mula-mulai ia belajar agama Islam pada ayahnya sendiri Kyai Asy’ari Kemudian ia belajar ke pondok pesantren Purbalinggo. Kemudian pindah lagi ke Plangitan, Semarang, Madura, dan lain-lain.
Maka di bawah pimpinan KH. Ilyas dimasukkan pengetahuan umum ke dalam Madrasah Salafiyah, yaitu:
1)
Membaca
dan menulis huruf latin
2)
Mempelajari
bahasa Indonesia
3)
Mempelajari
ilmu bumi dan sejarah Indonesia
4)
Mempelajari
ilmu berhitung. Semuanya itu diajarkan dengan memakai buku-buku huruf latin.
3. KH Abdul Halim (1887 – 1962)
KH. Abdul Halim lahir di Ciberelang, Majalengka pada tahun 1887 M. Dia adalah pelopor gerakan pembaharuan di daerah Majalenga, Jawa Barat, yang kemudian berkembnag menjadi persyerikatan Ulama, dimulai pada tahun 1911, yang kemudian berubah menjadi Persatuan Umat Islam (PUI) pada tanggal 5 April 1952 M/9 Rajab 1371 H.
KH. Abdul Halim lahir di Ciberelang, Majalengka pada tahun 1887 M. Dia adalah pelopor gerakan pembaharuan di daerah Majalenga, Jawa Barat, yang kemudian berkembnag menjadi persyerikatan Ulama, dimulai pada tahun 1911, yang kemudian berubah menjadi Persatuan Umat Islam (PUI) pada tanggal 5 April 1952 M/9 Rajab 1371 H.
b) Pendidikan
Pada Masa Orde Baru
Pemerintahan memandang bahwa agama mempunyai kedudukan dan peranan sangat penting dan strategis. Peran utama agama sebagai landasan spiritual, moral dan etika dalam pembangunan nasional, agama juga berpengaruh untuk membersihkan jiwa manusia dan kemakmuran rakyat, Agama sebagai sistem nilai seharusnya dipahami dan diamalkan oleh setiap individu, warga dan masyarakat hingga akhirnya dapat menjiwai kehidupan bangsa dan negara.
Kalau dirunut kebelakang, memang sejak tahun 1966 terjadi perubahan besar pada bangsa Indonesia, baik itu menyangkut kehidupan sosial agama maupun politik. Pada Orde Baru tekad yang diemban, yaitu kembali pada UUD 1945 dan melaksanakannya secara murni dan konskuen, sehingga pendidikan agama memperoleh tempat yang kuat dalam struktur pemerintahan.
Walaupun pendidikan agama mendapat porsi yang bagus sejak proklamasi kemerdekaan sampai Orde Baru berakar, namun itu semua hanya bahasa kiasan belaka. Menurut Abdurrahman Mas’ud , PhD. undang-undang pendidikan dari zaman dahulu sampai sekarang masih terdapat dikotomi pendidikan. Kalau dicermati bahwa undang-undang pendidikan nasional masih membeda-bedakan antara pendidikan umum dan agama, padahal perkawinan, ilmu agama dan umum justru akan menciptakan kebersamaan dan mampu menciptakan kehidupan yang harmonis serasi dan seimbang.
Prof. Ludjito menyebutkan permasalahan yang terjadi dalam Pendidikan Agama Islam walaupun dari sistem pendidikan nasional cukup kuat, namun dalam pelaksanaannya masih jauh dari yang diharapkan. Hal ini karena dipengaruhi beberapa faktor, yaitu :
·
Kurangnya jumlah pelajaran agama di
sekolah
·
Metodologi pendidikan agama kurang
tepat. Lebih menitikberatkan pada aspek kognitif daripada aspek afektif
·
Adanya dikotomi pendidikan, meterogenitas
pengetahuan dan penghayatan peserta didik
·
Perhatian dan kepedulian pemimpin
sekolah dan guru terhadap pendidikan agama kurang
·
Kemampuan guru agama untuk menghubungkan
dengan kehidupan kurang
·
Kurangnya penanaman nilai-nilai,
tata krama dalam Pendidikan Agama Islam
Seandainya dari enam aspek tersebut bisa ditangani, maka pendidikan agama akan lebih diperhatikan masyarakat.
Seandainya dari enam aspek tersebut bisa ditangani, maka pendidikan agama akan lebih diperhatikan masyarakat.
1. Pendidikan Agama dan Sistem Pendidikan Nasional
Melalui perjalanan panjang proses penyusunan sejak tahun 1945-1989 UU nomor 2 tahun 1989, sebagai usaha untuk mengintegrasikan pendidikan Islam dan umum. Untuk mengembangkan pendidikan Islam haruslah mempunyai lembaga-lembaga pendidikan, sehingga menjadi "lahan subur” tempat persemaian generasi baru. Artinya pendidikan Islam harus mampu :
·
Membedakan akar peserta didik dari
semua kekangan dan belenggu
·
Membangkitkan indra dan perasaan
anak didik sebagai sarana berfikir
·
Membekali ilmu pengetahuan
Di samping hal itu peluang untuk berkembangnya pendidikan
Islam secara integrasi dalam Sistem Pendidikan Nasional bisa dilihat dalam
beberapa pasal.
a)
Pasal 1 ayat 2, pendidikan nasional adalah
pendidikan yang terakhir pada kebudayaan bangsa Indonesia dan berdasarkan
Pancasila dan UUD 1945.
b)
Pasal 4, tentang tujuan pendidikan nasional, yaitu
mencerdaskan kehidupan bangsa Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang bertakwa
dan ketrampilan, kesehatan jasmani dan rohani, pribadi yang mantap dan mandiri.
c)
pasal 10, pendidikan keluarga merupakan bagian
dari jalur pendidikan luar sekolah yang diselenggarakan dalam keluarga dan yang
memberikan keyakinan agama, nilai budaya, moral dan ketrampilan.
d)
Pasal 11 ayat 1, jenis pendidikan yang
termasuk jalur pendidikan sekolah terdiri atas pendidikan umum, pendidikan
kejuruan, keagamaan, kedinasan, akademik dan profesional.
e)
Pasal 39 ayat 2, isi kurikulum
setiap jenis dan jalur, serta jenjang pendidikan wajib memuat pendidikan
Pancasila, agama dan kewarganegaraan.
f)
Pasal 47, ciri khas suatu pendidikan yang
diselenggarakan oleh masyarakat tetap diindahkan
2. Pengintegrasian Pelajaran Agama dan Pelajaran Umum
Integrasi merupakan pembauran sesuatu sehingga menjadi kesatuan, sedangkan integrasi pendidikan adalah proses penyesuaian antara unsur-unsur yang berbeda sehingga mencapai suatu keserasian fungsi dalam pendidikan dan integritas pendidikan memerlukan integritas kurikulum atau secara khusus memerlukan integritas pelajaran. Karena sasaran akhir dari pendidikan (agama) adalah untuk meciptakan manusia yang bisa mengintegrasikan diri, mampu menggunakan imannya dalam menjawab tantangan hidup dan mampu memanusiakan sesamanya dengan berbagai kehidupan yang sejahtera yang dikaruniakan Allah pada manusia. Dengan kata lain, pendidikan dimaksudkan untuk memajukan manusia dalam mengambil bagian secara aktif, kreatif dan kritis.
Untuk melaksanakan suatu yang lebih baik dari masa lalu, pelajaran agama dan mata pelajaran umum ditentukan guru yang memilki integritas keilmuan yang memadai dalam pendidikan. Sehingga bisa menemukan cara untuk dapat menghubungkan bagian-bagian dari suatu bidang dari suatu bidang studi, satu pelajaran dengan mata pelajaran yang lain.
PENUTUP
- KESIMPULAN
Pendekar-pendekar Islam di zaman kerdekaan mempunyai
beberapa pernan yang besar terhadap Negara, di antranya:
- Dalam bidang pendidkan,
- Dalam bidang organisasi islam,
- Dalam perdagangan .
Setelah kita mengetahui sejarah berkembang islam pada waktu
zaman kemerdekaan, maka kita dapat mawas diri sehingga kita sebagai penerima
warisan sejarah dapat menyuburkannya.dengan cara belajar dari sejarah, karena
yang mempunyai peranan dan pemegang dalam estafet Negara tidak lain
adalah kita anak cucu bangsa yang beragama.
DAFTAR PUSTAKA
Supriyadi,
Dedi. 2008. Sejarah Peradaban Islam. Bandung : CV.Pustaka Setia
Yatim,
Badri. 2008. Sejarah Peradaban Islam, Dauroh Islamiyah II. Jakarta : Rajawali
Tidak ada komentar:
Posting Komentar